Manajemen
Pemasaran dan Pembiayaan Bank Syariah
MANAJEMEN
PEMASARAN DAN PEMBIAYAAN
BANK
SYARIAH
Oleh : YUSUP, S.Pd.
MM
NBM : 871677
No. Kontak : 081381237000
Email : yusup_nani@yahoo.co.id
PERBANKAN
SYARIAH
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH TANGERANG
TEMA :
1. Manajemen Syariah Marketing
2. Strategi dan Implementasi Pemasaran Perbankan Syariah
3. Marketing Mix
4. Pembiayaan Al Musyarakah
5. Pembiayaan Al Mudharobah
6. Pembiayaan Al Murahabah
7. Pembiayaan Bai’ As-Salam
8. Pembiayaan Bai’ Al-Iszishna
9. Etika Pembiayaan Secara Islami
1. Manajemen Syariah Marketing
Banyak orang mengatakan, pasar syariah adalah pasar yang
emosional (emotional market), sedangkan pasar konvensional adalah pasar
yang rasional (rational market). Selain itu, dalam syariah marketing,
bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata hanya untuk mencari keridaan
Allah maka seluruh bentuk transaksinya insya Allah menjadi ibadah di hadapan
Allah SWT. Ini akan menjadi bibit dan modal besar baginya untuk menjadi bisnis
yang besar, yang memiliki spiritual brand, yang memiliki kharisma,
keunggulan, dan keunikan yang tidak tertandingi. Seperti dalam Al-Quran,
}
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ
وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلُُ
فَئَاتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلُُ فَطَلُُّ وَاللهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {265}
“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk
mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya,
maka embun (pun memadai). Allah Malia Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 265)
Spiritual Marketing sebagai jiwa Bisnis
Kita memerlukan kepemimpinan spiritual dalam mengelola
suatu bisnis, terlepas dari mana sumber spiritual tersebut. Seperti yang
dikatakan oleh Jonathan L. Parapak, “Apabila kita dalami elemen-elemen pokok
dari kepemimpinan, maka semua harus diwarnai, dicerahi, dan dilandasi oleh
ajaran, nilai, dan prinsip-prinsip agama (Kristen bagi penganut Kristen).
Visinya adalah visi penyelamat, visi transformasi, visi pemeliharaan, visi
kasih, visi pemberdayaan, dan visi kekekalan. Strateginya adalah strategi
pemberdayaan, penyelamatan, dan pembaruan. Sistem nilai, ajaran, dan
prinsip-prinsip Kristiani menjadi pegangan, landasan, acuan, dan arahan utama
dalam memilih pola komunikasi, skenario yang akan digelar”.
Sebenamya, spiritual marketing ini
dapat kita laksanakan dengan optimal jika dalam segala aktivitas sehari-hari
kita menempatkan Tuhan sebagai Stakeholder utama. Ini perbedaan pokok
antara pemasaran biasa dan spiritual marketing. Kita menempatkan Tuhan
sebagai satu-satunya pemilik kepentingan (the ultimate stakeholder). Akuntabilitas
dan responsibilitas diterjemahkan sebagai pertanggungjawaban di Padang Mahsyar (yaumul
hisab) kelak, yang merupakan pengadilan abadi terhadap sepak-terjang
manusia (termasuk para pelaku bisnis), baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Allah SWT. berfirman.
أَيَحْسَبُ اْلإِنسَانُ أَن يُتْرَكَ سُدًى {36}
Artinya:
“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggungjawaban) ? “
(Q.S. Al-Qiyamah [751: 36)
Karakteristik Syariah Marketing
Kata “syariah” (al-syari'ah) telah ada dalam bahasa
Arab sebelum turunnya Al-Quran. Kata yang semakna dengannya juga ada dalam
Taurat dan Injil. Kata syari'at dalam bahasa Ibrani disebutkan sebanyak
200 kali, yang selalu mengisyaratkan pada makna “kehendak Tuhan yang diwahyukan
sebagai wujud kekuasaan-Nya atas segala perbuatan manusia.”
Pada bagian ini, penulis ingin
melakukan eksplorasi atas apa yang dimaksud dengan syariah marketing. Ada empat
karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar
sebagai berikut:
a. Teistis (Rabbaniyyah)
Salah satu ciri khas syariah
marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran konvensional yang dikenal
selama ini adalah sifatnya yang religius (diniyyah).
b. Etis (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah
marketer selain karena teistis (rabbaniyyah), juga karena ia sangat
mengedepankan masalah akhlak (moral, etika) dalam selumh aspek kehidupannya.
c. Realistis (Al-Waqi'iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis, anti-modernitas,
dan kaku. Syariah marketing adalah konsep pemasaran yang fleksibel,
sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islamiah yang melandasinya.
d. Humanistis (Al-Insaniyyah)
Keistimewaan syariah marketing yang
lain adalah sifatnya yang humanistis universal.
Implementasi Syariah Marketing
Berbisnis Cara Nabi Muhammad SAW.
Muhammad adalah Rasulullah, Nabi terakhir yang diturunkan
untuk menyempurnakan ajaran-ajaran Tuhan yang diturunkan sebelumnya. Rasulullah
adalah suri teladan umat-Nya, “Sungguh, telah ada -pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (Q.S.
Al-Ahzab [33]: 21). Akan tetapi, pada sisi lain, Nabi Muhammad SAW. juga adalah
manusia biasa; beliau makan, minum, berkeluarga dan bertetangga, berbisnis dan
berpolitik, sekaligus memimpin umat. Berikut adalah bisnis syariah yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Muhammad
sebagai Syariah Marketer
Muhammad diutus oleh Allah SWT. bukan sebagai seorang
pedagang. Beliau adalah sebagai seorang nabi dengan segala kebesaran dan
kemuliaannya. Rahasia keberhasilan dalam perdagangan adalah sikap jujur dan
aail dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pedagang.
Nabi Muhammad SAW. sangat menganjurkan umatnya untuk
berbisnis (berdagang) karena berbisnis dapat menimbulkan kemandirian dan
kesejahteraan bagi keluarga, tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain.
Muhammad sebagai Pedagang Profesional
Beliau melakukan bisnis ini karena merupakan
satu-satunya pekerjaan mulia yang tersedia baginya. Beliau melibatkan diri
di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam transaksi bisnis
sebagai seorang pedagang profesional, tidak ada tawar-menawar dan pertengkaran
antara Muliammad SAW. dan para pelanggannya.
Muhammad sebagai Pebisnis yang Jujur
Nabi Muhammad SAW. benar-benar mengikuti prinsip
perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya.
Muhammad Menghindari Bisnis Haram
Nabi Muhammad SAW. melarang beberapa jenis perdagangan,
baik karena sistemnya maupun karena ada unsur-unsur yang diharamkan di
dalamnya.
Muhammad dengan Penghasilan Halal
Nabi Muhammad SAW. diutus untuk menghapus segala sesuatu
yang kotor, keji dan gagasan-gagasan yang tidak sehat dalam masyarakat, serta
memperkenalkan gagasan yang baik, murni, dan bersih di kalangan umat manusia.
Bagaimana
Berbisnis dengan Hati
Hati adalah sumber pokok bagi segala kebaikan dan
kebahagiaan seseorang. Bahkan, bagi seluruh makhluk yang dapat berbicara, hati
merupakan kesempurnaan hidup dan cahayanya.
Muhammad
sebagai Wirausahawan Sejati
Jiwa wirausaha [entrepreneurship) adalah salah satu
kekuatan yang dikembangkan oleh Rasulullah, sedangkan wirausahawan atau entrepreneur
secara sederhana adalah kemampuan kita untuk menciptakan dan mendesain
manfaat dari apa pun yang ada di dalam diri dan lingkungan. Apa pun yang
dilihat dapat dikemas menjadi sesuatu yang bermanfaat. Wirausahawan mampu
mengenal situasi dan mendayagunakan situasi tersebut sehingga bisa menghasilkan
manfaat.
Sembilan Etika (Akhlak) Pemasar
Ada sembilan etika pemasar, yang akan menjadi
prinsip-prinsip bagi syariah marketer dalam menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran, yaitu sebagai berikut.
a. Memiliki kepribadian spiritual (takwa): Sebuah hadis diriwayatkan
dari ‘Umar r.a. yang mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda, Sekiranya
kalian bertawakal (menyerah) kepada Allah dengan sungguh-sungguh, Allah akan
memberikan rezeki kepada kalian seperti burung yang keluar di pagi hari dengan
perut kosong (lapar), tetapi kembali pada sore hari dengan perut penuh
(kenyang)."
b.
Berperilaku baik dan simpatik (skidq): Al-Quran mengajarkan untuk senantiasa berwajah manis, berperilaku
baik, dan simpatik.
c. Berlaku adil dalam bisnis (al-'adl): Allah berfirman, “Berbisnislah kalian secara adil” Allah
berbisnis secara adil hukumnya wajib, tidak hanya imbauan dari Allah.
d.
Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah): Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa
sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya, dia bukanlah seorang vang
berjiwa pemasar. Rasulullah bersabda “Salah satu ciri orang beriman adalah
mudah bersahabat dengan orang lain, dan orang lain pun mudah bersahabat
dengannya.”
e. Menepati janji dan tidak curang: Allah SWT. berfirman tentang sikap amanah, “... jika
sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hiendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhanya..." (Q.S. Al-Baqarah: 283).
f.
Jujur dan tepercaya (al-amanah):
Di antara akhlak yang harus menghiasi bisnis syariah adalah kejujuran.
Beliau bersabda, “Sumpah palsu dapat melariskan barang dagangannya, tetapi
menghancurkan mata pencahariannya.”
g.
Tidak suka berburuk sangka): Saling
menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. yang
diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Seorang pengusaha tidak boleh
menjelekkan pengusaha yang lain, hanya karena persaingan bisnis.
h.
Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah): Kita dilarang ghibah (mengumpat/menjelek-jelekkan). Firman
Allah, “Dan jangan dari Ada tujuh belas-prinsip syariah marketing, yaitu
sebagai berikut:
2.
Strategi dan Implementasi Pemasaran Syariah
Ada tujuh belas prinsip syariah marketing yaitu sebagai berikut :
a. Lanskap Bisnis Syariah Marketing
Prinsip 1: Information Technology
Allows Us to be Transparent (Change)
Perubahan adalah suatu hal yang pasti akan terjadi. Oleh
karena itu, perlu disikapi dengan cermat. Kekuatan perubahan terdiri atas lima
unsur, yaitu perubahan teknologi, perubahan politik-legal, perubahan
sosial-kultural, perubahan ekonomi, dan perubahan pasar. Dalam prinsip yang
membahas perubahan ini, penulis hanya menekankan perubahan pada bidang
teknologi. Perubahan-perubahan di bidang lain, yaitu politik-legal,
sosial-budaya, ekonomi, dan pasar-walaupun berperan penting dalam syariah
marketing, sudah banyak dibahas oleh pihak lain; misalnya
peraturan-peraturan yang menyangkut perbankan syariah.
Prinsip 2: Be Respectful to Your
Competitors (Competitor)
Dalam menjalankan syariah marketing, perusahaan
harus memerhartikan cara mereka menghadapi persaingan usaha yang serba-dinamis.
Prinsip 3: The Emergence of
Customers Global Paradox (Customer)
Pengaruh inovasi teknologi mendasari terjadinya perubahan
sosial budaya. Hal ini bisa kita lihat dari lahirnya revolusi dalam bidang
teknologi yang mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat.
Prinsip 4: Develop a Spiritual-based Organization (Company)
Dalam era global dan di tengah situasi serta kondisi
persaingan usaha yang semakin ketat, perusahaan haras merenungkan kembali
prinsip-prinsip dasar perusahaannya.
b. Syariah Marketing Strategy
Prinsip 5: View Market Universally
(Segmentation)
Segmentasi adalah seni mengidentifikasikan serta
memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar.
Prinsip 6: Target Customer's Heart
and Soul (Targeting)
Targeting adalah strategi mengalokasikan sumber daya perusahaan secara
efektif karena sumber daya yang dimiliki terbatas.
Prinsip 7: Build a Belief System
(Positioning)
Positioning adalah strategi untuk merebut posisi di benak konsumen, sehingga
strategi ini menyangkut cara membangun kepercayaan, keyakinan, dan kompetensi
bagi pelanggan.
c. Syariah Marketing Tactic
Prinsip 8: Differ Yourself with A
Good Package of Content and Context (Differentiation)
Diferensiasi didefinisikan sebagai tindakan merancang
seperangkat perbedaan yang bermakna dalam tawaran perusahaan.
Prinsip 9: Be Honest with your 4
Ps (Marketing-Mix)
Kita mengenal 4P sebagai marketing-mix, yang
elemen-elemennya adalah product (produk), price (harga), place
(tempat/ distribusi), dan promotion (promosi). Akan tetapi, marketing-mix
yang dimaksud adalah cara mengintegrasikan tawaran dari perusahaan (company's
offers) dengan akses yang tersedia (company's access).
Prinsip 10: Practice a
Relationship-based Selling (Selling)
Selling yang dimaksud di sini bukanlah berarti aktivitas menjual produk
kepada konsumen semata. Penjualan dalam arti sederhana adalah penyerahan suatu
barang atau jasa dari penjual kepada pembeli dengan harga yang disepakati atas
dasar sukarela.
d. Syariah Marketing Value
Prinsip 11: Use a Spiritual Brand
Character (Brand)
Brand adalah
suatu identitas terhadap produk atau jasa perusahaan. Brand mencerminkan
niiai (value) yang diberikan perusahaan kepada konsumen.
Prinsip 12: Services Should Have
the Ability to Transform (Service)
Untuk menjadi perusahaan yang besar dan sustainable, perusahaan
berbasis syariah marketing harus memerhatikan kepuasan pelanggannya.
Prinsip 13: Practice a Reliable
Business Process (Process)
Proses mencerminkan fingkat quality, cost, dan delivery
yang sering disingkat sebagai QCD. Proses dalam tingkat kualitas adalah
bagaimana menciptakan proses yang mempunyai nilai lebih untuk konsumen.
e. Syariah Marketing Scorecard
Prinsip 14: Create a Balanced
Value to Your Stakeholders (Scorecard)
Prinsip dalam syariah marketing adalah menciptakan value
bagi para stakeholders-nya. Kemampuan perusahaan untuk menciptakan value
bagi para stakeholders-nya ini akan menentukan keangsungan hidup
perusahaan.
f. Syariah Marketing Enterprise
Prinsip 15: Create a Noble Cause
(Inspiration)
Setiap perusahaan, layaknya manusia, harus memiliki impian
(dream). Untuk mencapai kesuksesan, perusahaan harus mempunyai impian
tentang tujuan yang ingin dicapai. Impian inilah yang akan dicapai perusahaan
sepanjang perjalanan untuk mewujudkan tujuan.
Prinsip 16: Develop an Ethical
Corporate Culture (Culture)
Budaya perusahaan yang berkembang dalam perusahaan
berbasis syariah sudah pasti berbeda dengan perusahaan konvensional. Para
karyawannya wajib menjaga hubungan antar-sesama, dari mulai tingkat paling atas
(managerial) sampai tingkat paling bawah (staf).
Berikut ini ada beberapa hal
penting yang selayaknya menjadi budaya dasar sebuah perusahaan berbasis
syariah:
·
mengucapkan salam;
·
murah hati, bersikap ramah, dan melayani;
·
berbusana rapi;
·
lingkungan kerja yang bersih
Prinsip 17: Measurement Must be
Clear and Transparent (Institution)
Prinsip terakhir adalah cara membangun perusahaan sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Organisasi sebagai “kendaraan” dalam menunaikan
visi dan misi yang telah ditetapkan harus memiliki struktur yang baik dan
target yang jelas.
3.
Marketing Mix
Aplikasi Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Syariah Pada
Perbankan
Diberlakukannya UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008 lain semakin memperkuat basis
Perbankan Syariah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh
Perbankan Syariah untuk menyejajarkan diri dengan Perbankan Konvensional di
Indonesia.
Berdasarkan cetak biru (blue
print) Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, diharapkan pada tahun
2009, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan pada tahun 2015 mendatang
diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset perbankan nasional.
Dalam ilnu marketing kita mengenal
konsep klasik Marketing Mix untuk melakukan penetrasi pasar, yaitu untuk
menembus pasar diperlukan beberapa strategi terhadap masing-masing komponen
yang terdiri atas product (produk), price (harga), place (tempat
atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), yang dalam
perkembangannya telah mengalami penambahan menjadi people (orang), phisical
evidence (bukti fisik), dan process (proses).
Menganalogikan strategi perbankan
syariah berdasarkan konsep Marketing Mix adalah hal yang sangat menarik
dan merupakan keniscayaan untuk mempercepat pengembangan perbankan syariah di
tanah air ini. Berikut ini akan ditelaah satu per satu elemen Marketing Mix tersebut:
a.
Product (produk), sama halnya dengan perbankan konvensional,
produk yang dihasilkan dalam perbankan syariah bukan berupa barang, melainkan
berupa jasa.
Ciri khas jasa yang dihasilkan harus mengacu pada nilai-nilai
syariah atau yang diperbolehkan dalam Al-Quran, tetapi agar bisa lebih menarik
minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, produk tersebut harus
tetap melakukan strategi “diferensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau
beralih dan mulai menggunakan jasa perbankan syariah.
b.
Price (harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam Marketing
Mix. Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam
perbankan syariah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat
nasabah.
Menerjemahkan pengertian harga dalam perbankan syariah bisa
dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh
konsumen untuk mendapatkan manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas
pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.
Ketika jasa yang dihasilkan oleh perbankan syariah mampu
memberikan sebuah nilai tambah (keuntungan) lebih dari perbankan konvensional
pada saat ini, artinya harga yang ditawarkan oleh perbankan syariah tersebut
mampu bersaing, bahkan berhasil mengungguli perbankan konvensional.
c.
Place (tempat atau saluran distribusi) merupakan hal yang tidak
kalah penting dengan unsur-unsur “P” sebagaimana disebutkan di atas.
Melakukan penetrasi pasar perbankan syariah yang baik tidak akan berhasil jika
tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk
menjual jasa yang ditawarkan kepada konsumen.
Menyebarkan unit pelayanan perbankan syariah hingga ke pelosok
daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan
baik. Memang, dibutuhkan modal yang tidak sedikit jika harus dilakukan secara
serentak atau bersamaan. Paling tidak, dibutuihkan waktu dan dilakukan secara
bertahap atau bisa juga dengan melakukan sistem keija sama (partnership) dengan
unit-unit pelayanan sejenis agar jasa yang ditawarkan dengan berbasiskan
syariah tersebut bisa sampai dan menyebar hingga ke pelosok-pelosok daerah di
Indonesia.
Jika pelayanan perbankan syariah bisa dilakukan di mana saja di
seluruh Indonesia, bisa dipastikan peneti'asi pasar perbankan syariah akan
lebih cepat berhasil.
d.
Promotion (promosi), merupakan salah satu faktor pendukung
kesuksesan perbankan syariah. Jangan dulu kita mengajukan pertanyaan rnengenai
apakah perbankan syariah itu kepada masyarakat di pedesaan? Ajukan lebih dahulu
pertanyaan tersebut memiliki struktur yang/baik dan target yang jelas untuk
setiap milestone dari sasaran yang telah ditentukan sebelumya kepada masyarakat
perkotaan yang idealnya sudah tak begitu asing dengan istilah perbankan
syariah.
Fakta yang ada saat ini adalah pada masyarakat perkotaan yang
justru dianggap lebih tabu, malah tidak mengetahui dengan jelas apakah
Perbankan Syariah itu?
Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan sering digunakan untuk
menanamkan brand image atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika brand
image sudah tertanam di benak masyarakat umum, menjual sebuah produk, baik
dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.
Kurangnya sosialisasi atau promosi yang dilakukan oleh perbankan
syariah bisa menjadi salah satu penyebab lambannya perkembangan perbankan
syariah di Indonesia pada saat ini. Diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk
melakukan kegiatan promosi atau sejenisnya.
Elemen-elemen tersebut merupakan konsep klasik Marketing Mix, yang
dalam perkembangan juga sudah dimasukkan beberapa indikator tambahan terbaru,
seperti berikut ini:
e.
People (orang), bisa kita interpretasikan sebagai sumber daya
manusia ialah (SDM) dari perbankan syariah, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini pun
sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syariah.
SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah saat ini masih dirasakan
kurang, baik dari segi jumlah maupun dari sisi pengetahuan yang memadai
terhadap produk perbankan syariah yang ditawarkan kepada nasabah.
Menempatkan SDM di tempat yang sesuai dengan kapasitas-nya (the
right man on the rfght place), memang memerlukan sebuah strategi manajemen
SDM yang cukup baik karena jika strategi yang diimplementasikan keliru, akan
berakibat fatal terhadap tingkat kepuasan pelanggan secara jangka panjang.
f.
Process (proses), saat ini merupakan salah satu unsur tambahan Marketing
Mix yang cukup mendapat perhatian sering dalam perkembangan ilmu marketing.
Dalam perbankan syariah, proses atau mekanisme, mulai dari melakukan penawaran
produk hingga proses menangani keluhan pelanggan perbankan syariah yang efektif
dan efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi
perkembangan perbankan syariah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang
prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain ifu tentunya juga bisa
diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syariah.
g.
Physical evidence (bukti fisik), produk berupa pelayanan jasa perbankan
syariah merupakan sesuatu yang bersifat in-tangible atau tidak dapat
diukur secara pasti seperti halnya sebuah produk yang berbentuk barang. Jasa
perbankan syariah lebih mengarah pada rasa atau semacam testimonial dari
orang-orang yang pernah menggunakan jasa perbankan syariah.
Strategi Pemasaran Bank Syariah
Berbagai Strategi Pemasaran Bank
Syariah untuk Menjaring Nasabah
Strategi pemasaran bank syariah menjadi menarik untuk disimak karena penerapan kesyariatan Islam dalam produk yang ditonjolkan kepada para nasabah. Oleh karena itu, semua bank syariah sudah tentu menjaring nasabah yang beragama Islam. Mereka akan menjadi sasaran untuk menggunakan berbagai produk perbankan dengan prinsip syariah.
Strategi pemasaran bank syariah menjadi menarik untuk disimak karena penerapan kesyariatan Islam dalam produk yang ditonjolkan kepada para nasabah. Oleh karena itu, semua bank syariah sudah tentu menjaring nasabah yang beragama Islam. Mereka akan menjadi sasaran untuk menggunakan berbagai produk perbankan dengan prinsip syariah.
Pihak bank syariah tentu saja harus
menjamin kemurnian dan ketaatan dalam menjalankan prinsip syariah di bidang
perbankan. Dengan begitu, para nasabah terutama yang benar-benar ingin menabung
dan menyimpan dananya yang terbebas dari bunga bank yang diharamkan, dapat terwujudkan
semua itu.
Sementara itu, bank syariah juga
tidak menutup bagi para nasabah dari agama dan kepercayaan lain. Silakan untuk
bergabung dan memanfaatkan berbagai produk perbankan dengan prinsip syariah.
Nasabah non Islam pasti juga sudah mengetahui secara umum tentang prinsip
syariah yang diterapkan. Dengan begitu, mereka akan mengetahui untung ruginya
jika menyimpan dananya di bank syariah.
Beberapa strategi pemasaran bank
syariah
Perlu Anda ketahui perkembangan perbankan nasional dengan prinsip syariah di Indonesia cukup mengesankan. Bahkan, semakin banyak berdiri bank dengan nama belakang syariah, meskipun pada awalnya bank tersebut menganut paham konvensional. Tidak ada masalah karena merupakan salah satu strategi perbankan untuk menjaring banyak konsumen. Bagitu juga untuk bank syariah, terdapat beberapa strategi pemasaran yang diterapkannya, antara lain sebagai berikut.
Perlu Anda ketahui perkembangan perbankan nasional dengan prinsip syariah di Indonesia cukup mengesankan. Bahkan, semakin banyak berdiri bank dengan nama belakang syariah, meskipun pada awalnya bank tersebut menganut paham konvensional. Tidak ada masalah karena merupakan salah satu strategi perbankan untuk menjaring banyak konsumen. Bagitu juga untuk bank syariah, terdapat beberapa strategi pemasaran yang diterapkannya, antara lain sebagai berikut.
Pertama, penawaran berbagai produk
perbankan syariah. Salah satu strategi yang dilakukan sama dengan bank
konvensional, yaitu menawarkan berbagai produk perbankan, tetapi dengan prinsip
syariah. Sebagai contoh, kredit perumahan rakyat dengan sistem bagi hasil,
tabungan dengan berbagai nama dan jenis, kredit pembiayaan, dan lain
sebagainya. Semua produk tersebut dipasarkan dengan prinsip syariah, yaitu
tanpa bunga bank dan sebagai gantinya memakai sistem bagi hasil yang lebih aman
dan menentamkan.
Kedua, jaminan keamanan. Semua
nasabah pasti sangat menginginkan jaminan keamanan dalam penyimpanan dananya di
sebuah bank. Begitu juga yang diterapkan oleh bank syariah yang sudah pasti
menjamin keamanan semua dana yang disimpan oleh nasabah dalam berbagai produk
perbankan syariah yang dipilih. Dengan begitu, nasabah akan lebih percaya akan
bank syariah karena kenyamanan dan keamanan dalam menyimpan uang tidak kalah
dengan bank konvensional.
Ketiga, nuansa Islami. Berbeda
dengan bank konvensional, sebuah bank dengan prinsip syariah akan selalu
berbalut dengan nuansa Islami. Hal itu dikarenakan sejak awal prinsip syariah
dipilih, mau tidak mau harus menerapkan cara dan pelaksanaan yang lebih Islami
dalam setiap aktivitas perbankan. Baik yang dilakukan oleh semua karyawan bank,
serta prinsip perbankan yang dianut. Sebagai contoh, semua karyawati bank
syariah diharuskan untuk memakai jilbab sebagai penutup kepala. Otomatis semua
yang bekerja di bank syariah memang beragama Islam karena memang prinsip
syariah hanya diajarkan dalam agama Islam. Hal seperti ini bisa menjadi daya
tarik bagi nasabah untuk menyimpan dananya di bank syariah.
Bank syariah yang tidak ketinggalan
zaman
Untuk bisa bersaing dengan bank-bank lain, terutama yang berprinsip konvensional, sebuah bank syariah juga harus menerapkan berbagai teknologi dalam menunjang seluruh produk perbankannya. Teknologi yang dimaksud, yaitu di dunia maya atau internet. Mungkin Anda sudah mengenal produk perbankan e-banking di bank konvensional. Sebuah fitur permbayaran saat transaksi jual beli dengan memanfaatkan teknologi internet. Jadi, nasabah yang menggunakan e-banking ini bisa bertransaksi secara non tunai hanya dengan fasilitas komputer, handphone, atau jenis gadget yang lain. Tentu saja harus terkoneksi internet terlebih dahulu. Dengan begitu, Anda sebagai nasabah dapat bertransaksi di mana pun dan kapan pun berada.
Untuk bisa bersaing dengan bank-bank lain, terutama yang berprinsip konvensional, sebuah bank syariah juga harus menerapkan berbagai teknologi dalam menunjang seluruh produk perbankannya. Teknologi yang dimaksud, yaitu di dunia maya atau internet. Mungkin Anda sudah mengenal produk perbankan e-banking di bank konvensional. Sebuah fitur permbayaran saat transaksi jual beli dengan memanfaatkan teknologi internet. Jadi, nasabah yang menggunakan e-banking ini bisa bertransaksi secara non tunai hanya dengan fasilitas komputer, handphone, atau jenis gadget yang lain. Tentu saja harus terkoneksi internet terlebih dahulu. Dengan begitu, Anda sebagai nasabah dapat bertransaksi di mana pun dan kapan pun berada.
Produk atau fitur seperti itulah
yang harus dicontoh oleh sebuah bank syariah. Oleh karena itu, hampir semua
bank syariah sudah menerapkan e-banking agar dapat dimanfaatkan oleh para
nasabahnya. Hal semacam itu bisa dijadikan sebagai daya tarik dan daya saing
bagi bank syariah di tengah kompetisi perbankan nasional yang telah berlangsung
saat ini. Dengan begitu, bank syariah dapat menjaring lebih banyak nasabah,
sehingga prinsip perbankan syariah dapat disebarluaskan di tengah-tengah
masyarakat. Itulah sedikit tulisan dan informasi mengenai strategi pemasaran
bank syariah.
Dalamkan memasarkan produk dana dan
jasa di Bank Syariah harus melihat empat komponen,
sebagaimana dijelaskan oleh (Philip
Kolter1994:156)
yaitu :
a.Produc,(Produk)kepada siapa produk
akan ditawarkan.
b.Place,(Saluran distribusi)
ditawarkan dimana tempat yang banyak membutuhkan produk tersebut.
c.Promotion(Promosi) bagaimana
mempromosikan arang tersebut supaya diminati konsumen.
d.Price (Harga) menawarkan produk
yang harganya dapat dijangkau oleh
konsumen.Menyadari tingkat
persaingan yang semakin ketat dan kondisi ekonomi belum stabil, maka Bank
Syariah berusaha secara terus menerus memperbaiki manajemenya yaitu dengan
merubah strategi bisnisnya mengingat pentingnya pemasaran bagi Bank Syariah
Terdapat 7 unsur marketing mix yaitu
7p yaitu:
Produk, Price, Promotion, Place,
Partisipant, Proses,dan Physical Evidence.
1)Product(produk)
Produk merupakan elemen penting
dalam sebuah program pemasaran, Strategi pen
dapat mempengaruhi strategi
pemasaran lainnya. Pembelian sebuah produk bukan hanyasekedar untuk memiliki
produk tersebut tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen.(www. Ekonom Manajemen.)Selain itu pruduk di defenisikan sebagai
:Sesuatu yang dapat memenuhi dan keingginan pelanggan.artinya apapun
wujudnya,selama
itu dapat memenuhi keinginan pelanggan
dan kebutuhab kita dapat dikatakan sebagai produk
(Kasmir,ManajemenPerbankan,PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2004,Hal:186)
2)Price(Harga)
Harga merupakan pengorbanan ekonomis
yang dilakukan pelanggan untuk memperoleh produk atau jasa.Selain itu harga
salah satu faktor penting konsumen dalam mengambil keputusan untuk
melakukan transaksi atau tidak
(Engel, Blackwell dan Miniard, 1996).Harga dikatakan mahal, murah atau
biasa-biasa saja dari setiap individutidaklah harus sama, karena tergantung
dari persepsi individu yang dilatar belakangi oleh lingkungankehidupan dan
kondisi individu ( Schifman and Kanuk,2001).
3)Promotion(promosi)
Promosi adalah kegiatan mengkomunikasikan
informasi dari penjual kepada konsumen
atau pihak lain dalam saluran
penjualan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku. Melaluiperiklanan suatu perusahaan
mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli
sasaran danmasyarakat melalui
media-media yang disebut dengan media massa seperti Koran, majalah, tabloid,
radio, televisidan direct mail (Baker, 2000:7).Media promosi yang dapat digunakan
pada bisnis ini antara lain :
a)Promosi penjualan,
b)Publisitas dan hubungan
masyarakat, dan
c)Pemasaran langsung. Penentuan
media promosi yang akan digunakan didasarkan pada jenis
dan bentuk produk itu sendiri.
1)Place(Saluran distribusi)Kotler
(2000: 96) menyatakan bahwa “Saluran distribusi terdiri dari seperangkat
lembaga yang melakukan segala kegiatan (Fungsi) yang di gunakan untuk menyalurkan
produk dan jasa yang satus pemiliknya dari produsen ke konsumen.Dari definisi
diatas dapat diartikan bahwa :saluran distribusi suatu barang adalah keseluruhan
kegiatan atau fungsi untuk memindahkanproduk disertai dengan hak pemiliknya
dari produsen ke konsumen akhiratau pemakaiindustri.Distribusi berkaitan dengan
kemudahan memperoleh produk di pasar dan tersedia saat Konsumen mencarinya.
Distribusi memperlihatkan berbagai kegiatan yang dilakukan Perusahaan untuk
menjadikan produk atau jasa diperoleh dan tersedia bagi konsumen sasaran.
2)People(Partisipan)
Menurut Hendri Sumanto:2004Yang
dimaksud partisipan disini adalah karyawan penyedia jasa layanan
maupunpenjualan, atau orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dalamproses layanan itu sendiri, diantaranya adalah teller,dan coustomurservice.
3)Process(Proses)
Proses adalah kegiatan yang
menunjukkan bagaimana pelayanan diberikan kepada Konsumen selama melakukan
pembelian barang. Pengelola klinik melalui front liner sering menawarkan
berbagai macam bentuk pelayanan untuk tujuan menarik konsumen.
4)Fasilitas
Jasa konsultasi dokter gratis,
pengiriman produk, credit card, card member dan fasilitas layanan yang
berpengaruh pada image perusahaan.
4)Physicalevidence(Lingkungan fisik)
Lingkungan fisik adalah keadaan
ataukondisi yang di dalamnya juga termasuk suasana klinik yang merupakan tempat
beroperasinya jasa layanan perawatan dan kecantikan kulit.
5)Karakteristik lingkungan fisik
Merupakan segi paling nampak dalam
kaitannya dengan situasi.Yang dimaksud dengan situasi
ini adalah situasi dan kondisi
geografi dan lingkungan institusi,dekorasi, ruangan, suara, aroma,
cahaya, cuaca, pelatakan dan
layoutyang nampak ataulingkungan yang penting sebagai obyek stimuli (Belk
1974dalam Assael 1992).Dari ketujuh elemen marketing mixtersebut yang merupakan
kunci sukses bagi sebuahklinik diantaranya adalah kelengkapan produk layanan
yang siap ditawarkan (one stop beauty service), lokasi yang strategis,
keramahan dan efektivitas pelayanan, tempat parkir yang memadai, dan fasilitaslain
pendukung kenyamanan konsumen
didalam perawatan sepertiruangan dari
ruang tunggu sampai dengan ruang perawatan yang sejuk dan bertata cahaya yang
tepat.Selain itu strategi diartikan sebagai Sesuatu yang dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan.artinya apa pun wujudnya selama itu dapat memenuhi
keinginan pelanggan dan kebutuhan kita
Perbedaan
Antara Bunga dan bagi hasil
Bank memiliki fungsi sebagai tempat
penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam dunia
perbankan di Indonesia kita mengenal dua jenis bank yaitu Bank Konvensional dan
Bank Syariah. Bank selain memberikan keuntungan bagi nasabah juga pastinya
memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri. Inilah yang
akhirnya memunculkan sistem bagi keuntungan antara bank dan nasabah. Bank
Konvensional dan Bank Syariah memiliki perbedaan dalam sistem bagi keutungan
dengan nasabahnya. Jika pada Bank Konvensional menerapkan sistem bunga, pada
Bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil.
Bunga
Bunga adalah balas jasa yang diberikan oleh pihak bank
(konvensional) untuk nasabah yang memiliki simpanan dan harus dibayarkan
nasabah yang memiliki pinjaman kepada bank. Bunga sering dikaitkan dengan
istilah riba. Riba sendiri adalah pengambilan tambahan sebagai syarat yang harus
dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman diluar biaya pokok. Jika
ditelaah, sistem bunga yang ditawarkan oleh Bank Konvensional masuk dalam
kategori riba.
Selain bunga, suku bunga merupakan
hal lain yang juga biasanya diberlakukan oleh Bank Konvensional. Suku bunga
adalah presentase besar uang yang dipinjam (pokok utang) yang dibayarakan
sebagai balas jasa. Besarnya bunga ini dipengaruhi oleh antara lain persaingan,
kebutuhan dana, kebijakan pemerintah, jangka waktu, target laba yang diharapkan,
kualitas agunan, reputasi perusahaan, jenis produk serta hubungan baik bank
dengan nasabah.
Beberapa istilah bunga yang biasa
diterapkan antara lain:
1. Bunga flat yaitu bunga
yang sistem pembayaran utang pokok dan bunga kredit jumlahnya akan sama setiap bulannya.
Perhitungan ini berdasarkan presentase bunga dikalikan pokok pinjaman awal.
Bungan flat biasanya digunakan untuk pinjaman jangka pendek dan kredit
kendaraan.
2. Bunga efektif adalah besar
bunga dihitung berdasarkan nilai pokok yang belum dibayar dan dilakukan setiap
akhir periode angsuran. Nilai bunga yang dibayar akan semakin mengecil sehingga
angsuran perbulan juga semakin menurun. Namun tidak berarti bunga efektif akan
lebih rendah dari bunga flat Bunga efektif biasanya diberlakukan untuk kredit
jangka panjang sehingga jumlahnya biasanya lebih besar dari bunga flat.
3. Bunga anuitas. Pada bunga
ini porsi bunga dan pokok utang akan berubah setiap periodenya, namun
angsurannya tetap sama. Pada awal perhitungan porsi bunga akan lebih besar
sedangkan pokoknya kecil dan di akhir pembayaran bunga mengecil namun pokoknya
besar.
4. Bunga mengambang yaitu
sistem yang dimana besar bunga mengikuti suku bunga pasar. Jika suku bunga
pasar naik, bunga juga ikut naik, begitu pula sebaliknya.
Bagi Hasil
Kemudian apa perbedaan bunga dengan
sistem bagi hasil? Bagi hasil adalah alternatif pembagian keuntungan
yang sistemnya berdasarkan dari penetapan akad di awal yang telah disepakati
sebelumnya dan akan meningkat seiring dengan keuntungan yang diperoleh
perusahaan. Skema dari bagi hasil ini antara lain :
1. Profit sharing yaitu
pembagian keuntungan berdasarkan keuntungan yang didapat dari suatu usaha.
Keuntungan ini didapat dari laba bersih yang merupakan selisih antara
pendapatan usaha yang dikurangi dengan biaya lain-lain.
2. Gross profit sharing
adalah sistem yang dilakukan dengan membagikan laba kotor hasil dari pendapatan
usaha dikurangi biaya produksi.
3. Revenue sharing yaitu
dimana dalam dasar perhitungannya hanya menggunakan pendapatan usaha saja.
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
1. Penentuan Besaran
Perbedaan sistem pembagian
keuntungan secara bunga dan bagi hasil yang paling mencolok terlihat pada
penentuan besaran. Bunga, seperti pengertiannya ditentukan menggunakan bentuk
presentase besaran kredit utang. Sedangkan bagi hasil dintentukan menggunakan
rasio atau perbadingan terhadap keuntungan usaha yang dibiayai dari kredit
tersebut.
2. Acuan Pembagian
Acuan yang dijadikan dasar
penghitungan bunga dan bagi hasil juga berbeda. Acuan besarnya bunga
dipengaruhi oleh seberapa besar pokok hutang atau kredit yang dikeluarkan.
Sedangkan acuan bagi hasil yaitu menggunakan rasio seberapa besar keuntungan
yang dibiayai oleh kredit tersebut.
3. Besarnya pendapatan dan jumlah
pembayaran
Pada sistem bunga, pendapatan yang diperoleh
bersifat statis yang dimana walaupun perusahaan merugi, utang tetap memiliki
bunga yang tetap serta jumlah pembayarannya setiap periodenya juga tetap.
Sedangkan dalam bagi hasil pendapatan yang diperoleh akan bersifat dinamis
menyesuaikan dengan keadaan usaha. Jika usaha yang dilakukan mendapat keutungan
besar maka bagi hasil pendapatnnya juga besar, begitu pula sebaliknya. Oleh
karenannya bank dengan sistem bagi hasil cenderung hanya akan membiayai usaha
dengan keuntungan yang diprediksi besar.
4. Eksistensi
Dalam hal ini biasanya perbedaan
muncul penilaian didasari oleh suatu dasar. Penerapan bagi keuntungan dengan
sistem menggunakan bunga sangat diragukan bahkan dikecam beberapa kalangan
karena dirasa mengaplikasikan sistem riba. Sedangan untuk sistem bagi hasil
tidak ada yang meragukan keabsahannya.
Kedua sistem bagi keuntungan ini
memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Jika ditanya mana yang
lebih baik, tentu jawabannya sudah muncul berdasarkan ulasan diatas. Namun
pilihan sistem bagi keuntungan mana yang lebih baik tetap ada ditangan calon
pengaju kredit didasari oleh jenis usaha yang akan dilakukan.
Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang
Ada dua jenis hutang yang berbeda
satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan
hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena
pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti
dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan.
Tambahan lainnya yang sifatnya tidak
pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang
yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan
yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga
pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah
disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam
kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah
kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang
Bedanya
Pinjaman Uang dan Pembiayaan
Untuk memenuhi permintaan nasabah,
kini produk kredit atau pinjaman semakin bervariasi. Tidak hanya pinjaman
berupa uang, namun ada juga pinjaman berupa pembiayaan. Lalu apa bedanya antara
pinjaman uang dan pembiayaan? Pada intinya, perbedaannya adalah dari bentuk
pinjaman yang diperoleh. Pada pinjaman uang, yang dipinjamkan adalah berupa
uang tunai dan Anda bebas memanfaatkannya untuk keperluan apapun. Sedangkan
pada pembiayaan, Anda akan memperoleh produk atau barang. Melalui artikel ini,
Finansialku akan menjabarkan apa bedanya pinjaman uang dan pembiayaan.
Pinjaman
Uang
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, kredit merupakan pemberian penggunaan uang atau barang dalam jangka waktu
tertentu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya dengan
jaminan atau tanpa jaminan, dengan pemberian jasa atau bunga atau tanpa
bunga. Sesuai dengan asal mula kata kredit yaitu credere yang
berarti kepercayaan, kredit bermakna kepercayaan dari kreditur atau penyedia
pinjaman kepada debiturnya atau penerima pinjaman.
Fungsi atau tujuan diciptakannya
kredit sebenarnya adalah untuk merangsang kegiatan saling tolong-menolong
antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam rangka mendukung pencapaian
kebutuhan, baik dalam bidang usaha atau kebutuhan sehari-hari. Kredit dapat
disebut memenuhi fungsinya jika kredit memberi dampak positif bagi pihak
kreditur dan debitur, serta bagi masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya,
beberapa tujuan kredit adalah:
- Memberikan pinjaman bank dengan bunga kredit yang disepakati.
- Memaksimalkan pemanfaatan dana yang diperoleh.
- Menambah modal kerja atau usaha.
- Meningkatkan lalu lintas pembayaran.
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan unsur-unsur yang
terkandung dalam penyediaan fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
- Kepercayaan merupakan keyakinan penyedia kredit bahwa pinjaman akan dimanfaatkan dan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu. Unsur ini dapat dicapai dengan pengecekan kemampuan penerima pinjaman untuk melunasi pinjaman selama periode tertentu secara eksteren dan interen.
- Kredit baru dapat terjadi setelah adanya unsur kesepakatan antara dua belah pihak akan seluruh syarat dan ketentuan dalam pengadaan pinjaman.
- Jangka Waktu merupakan masa peminjaman yang telah disepakati dimana pada akhir periode, penerima pinjaman diharapkan mengembalikan pinjamannya biak dengan atau tanpa bunga.
- Unsur yang pasti ada dalam pengadaan kredit adalah unsur risiko dimana dalam jangka waktu yang ada, pasti ada risiko macetnya kredit. Risiko ini bisa saja merupakan risiko yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
- Balas Jasa (prestasi) merupakan keuntungan atas pemberian sebuah kredit yang biasanya berupa bunga atau bagi hasil.
Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sebuah tindakan
yang didasari perjanjian dimana terjadi kegiatan jasa dan balas jasa (prestasi
dan kontras prestasi) yang terpisah oleh unsur waktu. Istilah pembiayaan
memiliki arti saya percaya atau menaruh kepercayaan. Pembiayaan memiliki
beberapa tujuan atau fungsi utama, antara lain:
- Mencari keuntungan yang bertujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan yang disalurkan.
- Keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus terjamin sehingga tujuan profitability dapat tercapai tanpa hambatan yang berarti.
- Membantu usaha nasabah melalui penyediaan dalam bentuk pembiayaan.
- Membantu pemerintah melalui pengembangan pembiayaan yang disalurkan bank untuk memperbanyak peningkatan pembangunan dalam berbagai sektor.
Pembiayaan diberikan atas dasar
kepercayaan dimana prestasi yang diberikan diyakini dapat diberikan dan
dikembalikan sesuai dengan jangka waktu dan ketentuan yang telah disepakati
bersama.
Berdasarkan dasar tersebut, beberapa
unsur yang terkandung dalam pembiayaan adalah:
- Ada dua pihak. Dalam pembiayaan selalu terdapat dua belah pihak yakni pemberi dan penerima pembiayaan.
- Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi pinjaman bahwa penerima pinjaman dapat mengembalikan pinjamannya pada jangka waktu yang telah disepakati dengan segala syarat dan ketentuannya.
- Unsur yang menjamin adanya persetujuan antara kedua belah pihak dalam seluruh ketentuan pembiayaan.
- Jangka Waktu. Masa pengembalian pinjaman yang telah didiskusikan dan disepakati kedua belah pihak.
- Suatu unsur yang lagi-lagi menjadi unsur penting dalam pembiayaan, yakni adanya kemungkinan risiko yang muncul selama jangka waktu pembiayaan.
- Balas Jasa (prestasi). Keuntungan dari sebuah pembiayaan yang biasa dikenal dengan bagi hasil atau margin.
Berbeda dengan pinjaman uang,
penyedia pembiayaan biasanya berupa perusahaan multifinance atau leasing.
Mana
yang Sesuai Bagi Anda? Pinjaman Uang atau Pembiayaan?
Berdasarkan penjelasan di atas, Anda
tentunya sudah mendapat gambaran singkat mengenai perbedaan dasar antara
pinjaman uang dan pembiayaan. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, manakah
di antara keduanya yang sebaiknya Anda pilih? Sebelum Anda mengambil keputusan,
ada baiknya Anda membandingkan keduanya terlebih dahulu agar dapat mengambil
keputusan yang tepat sesuai kebutuhan Anda.
Untuk mengetahuinya dengan jelas,
mari kita rangkum persamaan dan perbedaan keduanya secara singkat:
No
|
Karakteristik
|
Pinjaman Uang
|
Pembiayaan
|
1
|
Penyedia pada umumnya
|
Bank
|
Perusahaan multifinance
atau leasing
|
2
|
Bentuk pinjaman
|
Uang tunai
|
Produk atau barang
|
3
|
Sistem profit
|
Bunga
|
Bagi hasil atau margin
|
4
|
Unsur
|
|
|
Dari perbedaan di atas, diketahui
perbedaan dasar keduanya adalah bentuk pinjaman yang diberikan. Pada pinjaman
uang yang diberikan adalah uang tunai dan penerima pinjaman memiliki kebebasan
untuk memanfaatkan pinjaman tersebut bagi kebutuhan apapun sedangkan pembiayaan
memberikan pinjaman berupa barang atau produk. Sebagai contoh, pada pembiayaan
mobil penerima pinjaman akan memperoleh mobil dan bukannya uang yang dapat
dibelikan mobil, demikian halnya dengan pembiayaan rumah dan sebagainya.
Masyarakat jahiliyah
menyamakan antara riba dengan jual beli. mereka menganggap, tambahan yang
mereka dapatkan dari hasil jual beli, tidak berbeda dengan tambahan yang mereka
dapatkan dari hasil transaksi riba.
Allah sebutkan dalam
firman-Nya,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
“Hal itu karena mereka
mengatakan, jual beli itu seperti riba.” (QS. al-Baqarah: 275).
Dalam jual beli, terjadi
penundaan. Dengan modalnya, pedagang membeli barang, untuk selanjutnya dijual.
Di sana ada penundaan, karena uangnya diputar. Dari usaha ini, dia mendapatkan
keuntungan.
Demikian pula dalam
transaksi riba. Pemilik modal memberikan utang kepada orang yang membutuhkan
utang. Uangnya dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemegang utang, dan baru
dikembalikan setelah jatuh tempo. Karena penundaan ini, dia berhak mendapat
keutungan (riba).
Tentu saja, ini
pernyataan yang tidak bisa dibenarkan. Karena hakekat dari pernyataan ini
didasari ambisi dan ketamakan mereka untuk meraup dunia. Mereka melakukan upaya
pembelaan itu dengan membuat pernyataan ngawur, ‘jual beli itu seperti riba’.
mereka membela riba seperti gila. Karena itulah, ketika di hari kiamat, Allah
bangkitkan mereka seperti orang gila yang kerasukan setan.
Allah berfirman di ayat
sebelumnya,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ
مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan
riba tidak dibangkitkan melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. al-Baqarah: 275)
Karena dulu ketika di
dunia mereka membela riba seperti gila, di hari kiamat mereka dibangkitkan
dalam kondisi seperti gila juga. Allah menetapkan kaidah, balasan sejenis
dengan amal,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ
سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
Balasan dari amal buruk
adalah keburukan yang semisal. (QS. as-Syura: 40)
Perbedaan Jual Beli dengan
Riba
Dan jika kita
perhatikan, ada banyak hal yang menjadi titik perbedaan antara jual beli dengan
riba. Kita akan sebutkan beberapa perbedaan dengan asumsi telah memiliki modal
dan dalam kondisi normal,
[1] Orang yang melakukan
transaksi jual beli, dia melakukan kerja fisik yang riil. Mulai dari
mencari barang, memindahkan barang, menyimpan barang, menawarkan kepada
konsumen, menjualnya, dan mengantarkan ke konsumen. Baik dikerjakan sendiri,
maupun mempekerjakan orang lain.
Berbeda dengan riba,
semua orang butuh uang. Sehingga ketika ada orang yang membutuhkan utang,
semacam ini tidak perlu ditawarkan. Mereka akan datang dengan sendirinya. Jika
semua dilakukan dengan tertib, hampir tidak ada usaha riil di sana.
[2] Orang yang melakukan
jual beli, mereka menanggung semua potensi resiko kerugian dalam setiap tahapan
usahanya. Dari mencari barang, hingga jaminan selama di konsumen, seperti
garansi. Di sana ada keseimbangan, sebagaimana dia mendapat peluang untung,
juga menanggung resiko rugi.
Berbeda dengan riba,
hampir tidak ada resiko di sana. Jika semua dilakukan dengan tertib, dia selalu
di posisi aman, bisa mendapat keuntungan, tanpa menanggung resiko kerugian.
[3] Jual beli berbasis pada
penyediaan barang atau jasa. Sehingga ada manfaat riil yang diputar di
masyarakat. sehingga keuntungan yang didapatkan penjual, sebanding dengan nilai
manfaat riil yang diterima konsumen.
Sementara riba berbasis
pada permainan uang. Tidak ada barang atau jasa yang ditransaksikan. Uang
ditransaksikan dengan uang, menghasilkan uang.
Al-Alusi mengatakan
dalam tafsirnya,
الفرق بينهما أن أحد
الألفين في الثاني ضائع حتما وفي الأول منجبر بمسيس الحاجة إلى السلعة أو بتوقع
رواجهم
Perbedaan keduanya,
nilai riba di transaksi pertama (utang) hilang sama sekali. Sementara untuk
keuntungan yang pertama (jual beli), menggantikan pemenuhan kebutuhan terhadap
barang atau terpenuhi kebutuhan primer mereka. (Ruhul Ma’ani, Tafsir al-Alusi,
2/375)
[4] Jual beli membangun
kegiatan perekonomian di masyarakat. karena mereka berlomba untuk menghasilkan
manfaat riil, barang atau jasa. Jika barang dan jasa semakin melimpah,
kebutuhan masyarakat akan lebih mudah terpenuhi.
Sementara riba
mengajarkan masyarakat untuk menjadi pemalas, karena uang yang bekerja. Dia
bisa diam, karena merasa sudah berpenghasilan. Ketika ketersediaan uang lebih
banyak dibandingkan barang dan jasa, lebih mudah terjadi inflasi. (Simak Tafsir
ar-Razi, 7/97)
Bedakan antara tiga transaksi
berikut, barulah kita bisa paham manakah riba, yaitu investasi, wadiah, dan
utang piutang.
- Investasi artinya: uang boleh dipakai, tetapi uang tidak boleh dijamin.Jika bisnis untung, maka bagi hasil. Namun jika bisnis rugi, harus dipikul bersama.Tidak boleh minta modalnya tetap dijamin harus kembali. Tetapi karena aturan, modal investasi k– ita di bank, dijamin untuk tetep kembali, bahkan pemerintah ikut menjamin hal tersebut.
- Wadiah (simpanan) artinya: uang akan dijaga, tetapi uang tidak boleh dipakai.
- Utang piutang artinya: harus dijamin dan boleh dipakai, namun dikembalikan utuh.
Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional
1. Perbedaan Falsafah Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi.
Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional
dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti
kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya,
akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah
membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan
pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka
bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah
tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang
menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari
usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima
kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik
keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai
intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada
nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau
investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi
perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari
pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang
akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar
pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika
keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank
kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah
di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan
usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak
peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank
tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil
membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar
kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin
besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan
banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah
keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari
dana yang disimpannya saja.
3. Kewajiban Mengelola Zakat Bank
syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar
zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini
merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi
dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
4. Struktur Organisasi Di dalam
struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah
(DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN
dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga
dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank
Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
Bagaimana Nasabah Mendapat
Keuntungan
Jika bank konvensional membayar
bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan
sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu
angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya
ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang
berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi
nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan
informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan
melihat papan display “ Perhitungan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di
cabang bank syariah.
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :
Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :
4. Pembiayaan Al-Musyarakah
Pengertian Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara clua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
atau (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa dengan keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Landasan Syariah
a. Al-Qur'an
}*
وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدُُ فَإِن
كَانَ لَهُنَّ وَلَدُُ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُوصِينَ بِهَآأَوْدَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُم إِن لَّمْ يَكُن
لَّكُمْ وَلَدُُ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدُُ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم
مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآأَوْدَيْنٍ وَإِن كَانَ رَجُلُُيُورَثُ
كَلاَلَةً أَوِ امْرَأَةُُ وَلَهُ أَخٌ أَوْأُخْتُُ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا
السُّدُسُ فَإِن كَانُوا أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِي الثُّلُثْ مِن
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَآأَوْدَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللهِ
وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمُُ {12}
Dan
bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Penyantun. (QS. 4:12)
... maka mereka berserikat pada sepertiga.... (an-Nisaa': 12)
Musyarakah
Pak Usman adalah seorang pengusaha
yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah
Rp 100.000.000,00. Ter-nyata, setelah dihitung, Pak Usman hanya memiliki Rp
50.000.000,00 atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke
sebuah bank syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam
hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah Rp l00.000.000,00 dipenuhi 50% dari
nasabah dan 50% dari bank. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp
20.000.000,00 dan nisbah atau porsi bagi hasil yang disepakati adalah 50:50
(50% untuk nasabah dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman harus
mengembalikan dana sebesar Rp 50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah
Rp l0.000.000,00 (50% dari keuntungan untuk bank).
Musyarakah Mutanaqishah
Nasabah dan bank berkongsi dalam
pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 30% dari
nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus
membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya
dilakukan secara angsuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang
secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang telah dibeli
secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah
menjadi 100% dan porsi bank 0%.
Jika kita mengambil rumah sebagai
contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah, misalnya,
Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi Rp70.000.000,00 dan nasabah
Rp30.000.000,00. Karena kedua pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank
memiliki 70% saham rumah, sedangkan nasabah memiliki 30% kepemilikan rumah.
Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa pun,
termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalm hal ini adalah nasabah.
Seandainya sewa yang dibayarkan
penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per bulan, pada realisasinya
Rp700.000,00 akan menjadi milik bank dan rp300.000,00 merupakan bagian nasabah.
Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin meiliki rumah itu, uang
sejumlah Rp300.000,00 itu dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank.
Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin besar dan saham bank
semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan bank tidak lagi memiliki atas saham tersebut. Itulah
yang disebut dengan perkongsian yang
mengecil atau musyarakah muntanaqishah.
Contoh Pembiayaan Al Musyarakah Muntanaqishah
Seorang Nasabah mengajukan
pembiayaan untuk modal usaha sebesar Rp
100.000.000,- ke Bank Islam.Dana itu digunakan untuk membeli alat bedah di
rumah sakit atau usaha tertentu Masa pengembalian selama 10 bulan. Bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak adalah 40 %
untuk bank (shahibul mal) dan 60 % untuk nasabah (mudharib).Bagaimana cara
perhitungannya jika cicilan 10 bulan ?
Bln
|
Hasil
|
Bagaian Bank 40%
|
Bagian Nasabah 60 %
|
Smpanan bulanan ke Bank
|
Totala Setoran
|
1
|
6.000.000
|
2.400.000
|
3.600.000
|
10 juta
|
12.400.000
|
2
|
7.000.000
|
2.800.000
|
4.200.000
|
10 juta
|
12.800.000
|
3
|
4.000.000
|
1.600.000
|
2.400.000
|
10 juta
|
11.600.000
|
4
|
4.500.000
|
1.800.000
|
2.700.000
|
10 juta
|
11.800.000
|
5
|
5.000.000
|
2.000.000
|
3.000.000
|
10 juta
|
12.000.000
|
6
|
5.500.000
|
2.200.000
|
3.300.000
|
10 juta
|
12.200.000
|
7
|
6.000.000
|
2.400.000
|
3.600.000
|
10 juta
|
12.400.000
|
8
|
5.400.000
|
2.160.000
|
3.240.000
|
10 juta
|
12.160.000
|
9
|
9.000.000
|
3.600.000
|
5.400.000
|
10 juta
|
13.600.000
|
10
|
5.700.000
|
2.280.000
|
3.420.000
|
10 juta
|
12.280.000
|
Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :
a. Pembiayaan Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musyarakah (Syirkah atau Syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Jenis-Jenis Al-Musyarakah:
a. Musyarakah pemilikan. Tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Musyarakah akad, tercipta dengan adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah akad dibagi menjadi:
– Syirkah al-’Inan
– Syirkah Muwafadhah
– Syirkah A’maal
– Syirkah Wujuh
– Syirkah al-Mudharabah
Ketentuan umum :
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek Musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti :
• Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
• Menjalankan proyek Musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
• Memberi pinjaman kepada pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat dianggap mengakhiri kerjasama apabila; Menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia aau menjadi tidak cakap hukum
Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Skema al-Musyarakah
5.
Pembiayaan Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
Pengertian al-Mudharakah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau
berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, al-mudharabah adalah
akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih
mencermin-kan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan
hadits berikut ini.
Al-Quran
“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT...”(al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah ( ) atau argumen dari surah al-Muzammil: 20
adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang
berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu
di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...” (al-Jumu'ah: 10)
Jenis-Jenis al-Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi
menjadi clua jenis: mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah
muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh
seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah
sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan
sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya
pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha.
Aplikasi dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
a.
tabungan berjangka, yaitu tabungan
yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban,
dan sebagainya; deposito biasa;
b.
deposito spesial {special
investment), di mana dana yang dilitipkan nasabah khusus untuk bisnis
tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan
untuk:
a. pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan
dan jasa;
b. investasi khusus, disebutjuga mudharabah muqayyadah dana sumber dana khusus dengan
penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
maal.
Manfaat al-Mudharabah
1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat
2)
Bank tidak berkewajiban membayar
bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread.
3)
Pengembalian pokok pembiayaan
disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak
memberatkan nasabah.
4)
Bank akan lebih selektif dan
hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah
yang akan dibagikan.
5)
Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah
ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima
pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang
di-hasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Contoh Mudharabah
Seorang pedagang yang memerlukan
modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil
seperti mudharabah, di mana bank bertindak selaku shahibul maal dan
nasabah seiaku mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan
pendapatan yang akan diperoleh nasabah. dari proyek yang bersangkutan.
Misalnya, dari modal Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000.00 per bulan. Dari
pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal,
misalnya Rp2.000.000,00 perbulannya dibagi antara bank dengan nasabah, dengan
kesepakatan di muka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak dimana pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib).Rukun Mudharabah:
a. Ada shahibul maal (modal/nasabah)
b. Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c. Adanya amal (usaha/pekerjaan)
d. Adanya hasil (bagi hasil/keuntungan) dana.
e. Adanya aqad (ijab-qabul)
Syarat-syarat mudharabah:
a. Modal/barang yang diserahkan ini berbentuk uang tunai
b. Modal harus diketahui dengan jelas
c. Keuntungannya harus jelas persentasenya
d. Melafazkan ijab dari pemilik modal
Jenis-jenis Mudharabah:
a. Mudharabah Muthlaqah yakni kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah yakni kerja sama antara shahibul maal dan mudharib dimana terdapat pembatasan atas jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Ketentuan umum :
• Jumlah modal yang diserahkan kepada Mudharib harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam jumlah satuan uang.
• Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara :
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
• Hasil usaha dibagi dalam prosentase yang disetujui dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
Skema Al-Mudharabah
B. Kombinasi Produk Pembiayaan
Kombinasi produk pembiayaan dilakukan sebagai proses kreativitas dari Bank Syariah dalam mengembangkan produk perbankan Syariah :
• Hawalah Wal IMBT adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mentake over pembiayaan dari bank lain dengan syarat :
Penggunaan Hawalah jika untuk menutupi pokoknya saja dari Bank lain, sedangkan IMBT dilakukan dimana nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan diambil manfaatnya atau kegunaannya dan mengindari bai al innah
• Qard Wal IMBT adalah akad kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mentake over pembiayaan dari bank lain dengan syarat. Penggunaan Qard apabila menutup bunga dan pokoknya dari Bank lain, namun harus diingat bank tidak boleh mengambil keuntungan dari aqad ini hanya boleh mendapatkan biaya administrasi (Fee Ujrah), sedangkan IMBT dilakukan dimana nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan diambil manfaatnya atau kegunaannya dan menghindari bai al innah
• Wakalah bil Ujrah adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C, dimana nasabah memiliki dana yang cukup
Wakalah bil Ujrah dan Qard kombinasi tiga akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya
• Wakalah bil Ujrah dan Musyarakah kombinasi tiga akad yang yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya dan berlaku pembiayaan eksport
• Wakalah bil Ujrah dan Murabahah kombinasi tiga akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya dan berlaku pembiayaan eksport
• Mudharabah Wal Murabahah adalah kombinasi dua aqad yang dilakukan dimana peristiwa mudharabah diberikan untuk suatu institusi dan institusi tersbut meneruskannya ke anggota.Contoh Koperasi yang mendapatkan pembiayaan dari Bank Zulfikar Syariah dan meneruskannya ke anggota koperasi
• Qard wal Ijarah adalah kombinasi dua aqad yang dilakukan untuk menalangi suatu pendanaan dan memberikan fasilitas sewa atas penggunaan dari manfaat tersbit
Contoh dana talangan haji untuk memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH
C. Pengembangan Produk Perbankan Syariah
Pengembangan produk perbankan syariah dipengaruhi oleh:
a) Pendekatan yang dilakukan oleh BI agar pengembangan produk berada dalam koridor kesesuaian dengan prinsip kehati-hatian yang dapat mendukung kesinambungan dan kestabilan industri perbankan syriah.
b) Pendekatan yang dilakukan oleh DSN agar pengembangan produk berada dalam koridor kesesuaian dengan prinsip syariah.
c) Pendekatan yang dilakukan pelaku perbankan syariah agar pengembangan produk berada dalam koridor kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat.
D. Tantangan Pembiayaan Syariah
Pengembangan pembiayaan syariah masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan. Namun hal ini cukup dapat dimaklumi karena memang keberadaan lembaga pembiayaan syariah masih relatif baru. Beberapa tantangan tersebut adalah:
a) Secara teoritis konsep pembiayaan syariah masih lemah dalam teknis implementasinya
b) Masih relatif kecil pangsa dan volume aset
c) Terbatasnya Sumber Daya Insani yang faham ekonomi syariah
d) Paradigma Bank Konvensional masih kuat
e) Kurangnya proses sosialisasi ke masyarakat dan pejabat publik
f) Terbatasnya jumlah lembaga pembiayaan, terutama di wilayah pedesaan
E. DAFTAR PRODUK PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
NAMA PRODUK SKEMA KEUANGAN
Pembiayaan Multi jasa iB (KTA iB) untuk pendidikan, pernikahan dan Kesehatan Sewa
Pembiayaan pemilikkan rumah iB (KPR iB) Fleksibel: Jual beli dengan margin, jual beli dengan pesanan, sewa beli (leasing)
Pembiayaan pemilikan mobil iB (KPM iB) Fleksibel: Jual beli dengan Margin, Sewa Beli (leasing), sewa
Kartu kredit iB Penjaminan, pinjaman uang, sewa dan perwakilan
Pembiayaan dana berputar iB Kemitraan
Pembiayaan menengah dan korporasi iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan mikro dan kecil iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan rekening koran iB Kemitraan
Pembiayaan sindikasi iB Kemitraan
Pembiayaan modal kerja iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan sewa equipment iB Sewa beli (leasing)
Pembiayaan ke sektor pertanian iB Jual beli dengan pesanan secara paralel
Pembiayaan dana talangan iB Pinjaman uang
Produk Pembiayaan dan Jasa Perbankan Syariah
No. Produk Prinsip Syariah
1 Pinjaman kebajikan dan lunak usaha mikro Al qardhul al hasan
2 Pembiayaan modal kerja Mudharabah, musyarakah
3 Pembiayaan Proyek Mudharabah, musyarakan
4 Pengadaan barang investasi (jual beli barang) Murabahah
5 Produksi agribisnis/sejenis Salam, salam paralel
6 Manufaktur, konstruksi Istishna’, istishna’ paralel
7 Penyertaan Musyarakah
8 Letter of Credit Ekspor (Pembiayaan Ekspor) Mudharabah, musyarakah, murabahah
9 Letter of Credit Impor (Pembiayaan Impor) Mudharabah, murabahah, salam, istishna’
10 Surat berharga (obligasi) Mudharabah, ijarah
11 Sewa Beli Ijarah muntahhiyah bittamlik
12 Sewa dengan opsi pemindahan hak Ijarah muntahhiyah bittamlik
13 Anjak Piutang Hiwalah
14 Transfer, inkaso, kliring Wakalah
15 Dana talangan Qardh
16 Safe deposit Wadiah, ijarah
17 Penukaran valas (bank note) Sharf
18 Gadai (jaminan) Rahn
19 Pay roll Wakalah
20 Bank garansi Kafalah
21 Letter of credit ekspor Wakalah
22 Letter of Credit impor Wakalah
Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan mudharabah meliputi perdagangan, industri, modal kerja atau investasi.
Banyak jenis usaha yang dapat dibiayai dengan musyarakah, antara lain perdagangan, industri, usaha atas dasar kontrak dan lain-lain. Beberapa kegiatan usaha dalam bentuk kerja sama, yang mirip dengan pembiayaan musyarakah adalah PT, CV dan koperasi.
Bai’ al-Murabahah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha (modal kerja dan investasi seperti pengadaan barang modal: mesin, peralatan dan lain-lain) dan kebutuhan perorangan.
- Prinsip Sewa (Ijarah)Ijarah adl kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yg disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kpd nasabah dgn biaya yg telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
- Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)Dalam prinsip bagi hasil terdapat 2 macam produk, yaitu:
- Musyarakah Adalah salah satu produk bank syariah yg mana terdapat 2 pihak atau lbh yg bekerjasama utk meningkatkan aset yg dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yg mereka miliki baik yg berwujud maupun yg tdk berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yg bekerjasama memberikan kontribusi yg dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adl pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yg dijalankan pelaksana proyek.
- Mudharabah Mudharabah adl kerjasama 2 orang atau lbh dimana pemilik modal memberikan memepercayakan sejumlah modal kpd pengelola dgn perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yg mendasar antara musyarakah dgn mudharabah adl kontribusi atas manajemen & keuangan pd musyarakah diberikan & dimiliki 2 orang atau lebih, sedangkan pd mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
Produk
Penghimpun Dana
Produk penghimpunan dana pd bank syariah
meliputi giro, tabungan, & deposito. Prinsip yg diterapkan dalam bank
syariah adalah:
- Prinsip WadiahPenerapan prinsip wadiah yg dilakukan adl wadiah yad dhamanah yg diterapkan pd rekaning produk giro. Berbeda dgn wadiah amanah, dimana pihak yg dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pd wadiah amanah harta titipan tdk boleh dimanfaatkan oleh yg dititipi.
- Prisip MudharabahDalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sbg pemilik modal sedangkan bank bertindak sbg pengelola. Dana yg tersimpan kemudian oleh bank digunakan utk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya utk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yg mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yg
diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi menjadi 3
bagian, yaitu:
- Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dpt berupa tabungan & deposito, sehingga ada 2 jenis yaitu tabungan mudharabah & deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi bank utk menggunakan dana yg telah terhimpun.
- Mudharabah muqayyadah on balance sheet: jenis ini adl simpanan khusus & pemilik dpt menetapkan syarat-syarat khusus yg harus dipatuhi oleh bank, sbg contoh disyaratkan utk bisnis tertentu, atau utk akad tertentu.
- Mudharabah muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kpd pelaksana usaha & bank sbg perantara pemilik dana dgn pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dpt mengajukan syarat-syarat tertentu yg harus dipatuhi bank utk menentukan jenis usaha & pelaksana usahanya.
Produk
Jasa Perbankan
Selain dpt melakukan kegiatan menghimpun &
menyalurkan dana, bank juga dpt memberikan jasa kpd nasabah dgn mendapatan
imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
- Sharf (Jual Beli Valuta Asing)Adalah jual beli mata uang yg tdk sejenis namun harus dilakukan pd waktu yg sama (spot). Bank mengambil keuntungan utk jasa jual beli tersebut.
- Ijarah (Sewa)Kegiatan ijarah ini adl menyewakan simpanan (safe deposit box) & jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.
6.
Bai'
Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)
Pendahuluan
Bentuk-bentuk akad jual beli yang
telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak.
Jumlahnya bisa mencapai belasan jika tidak puluhan. Sungguhpun demikian, dari
sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan
sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam
perbankan syariah, yaitu bai' al-murabahah, ba’i as-salam, dan ba’i
al-istishna’.
Pengertian Bai’ al-Murabahah
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam bai' al-murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkal keuntungan
sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komuter dari grosir
dengan harga Rpl0.000.000,00, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar
Rp750.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rpl0.750.000,00.
Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan me-mesan dari grosir sebelum ada
pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama
pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya
angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.
Bai' al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa
disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm,
Imam Syafi'i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamirbisy-syira.
Landasan Syariah
a. Al-Qur'an
“... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba....” (al-Baqarah: 275)
b. Al-Hadits
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual
beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampurgandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual." (HR Ibnu Majah)
Syarat Bai' al-Murabahah
a.
Penjual memberi tahu biaya modal
kepada nasabah.
b.
Kontrak pertama harus sah sesuai
dengan rukun yang diterapkan.
c.
Kontrak harus bebas dari riba.
d.
Penjual harus menjelaskan kepada
pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e.
Penjual harus menyampaikan semua
hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara
utang.
Secara prinsip jika syarat (a), (d) atau (e) telah
dipenuhipembeli memiliki pilihan:
a.
melanjutkan pembelian seperti apa
adanya,
b.
kembali kepada penjual dan
menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
c.
membatalkan kontrak.
Contoh pembiayaan Al-Murabahah
Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat
datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti
dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan
kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin mendapat
keuntungan Rp800.000;00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan
kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran
tersebut Rp200.000,00 per bulan.
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat,
bank syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syari’ah yaitu :
a. Bai’ Al-Murabahah
Murabahah (al-ba’i bitsaman ajil) lebih dikenal sebagai Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan). Ba’i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Dalam perbankan, Murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh/cicil. Bai’ al-Murabahah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha (modal kerja dan investasi seperti pengadaan barang modal: mesin, peralatan dan lain-lain) dan kebutuhan perorangan
Syarat Bai’ al-Murabahah
a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual
c. Membatalkan kontrak
Skema Bai’ Al-Murabahah
1. Negosiasi dan Persyaratan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
5. Terima
3. Beli Barang 4. Kirim Barang &
Dokumen
7. Pengertian Bai'
As-Salam
Dalam pengertian yang sederhana, bai'as-salam
berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka.”
Landasan Syariah
Landasan syariah transaksi bai'
as-salam terdapat dalam Al-Qur an dan al-hadits.
a.
Al-Qur'an
“Hal orang-orangyang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...." (al-Baqarah:
282)
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu
Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai' as-salam, Hal
ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang
dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya
dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.
b.
Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. datang ke Madinah di mana penduduknya melakukan salaf
(salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun.
Beliau berkata,
“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas puia, untuk jangka
waktu yang diketahui.”
Contoh Pembiayaan Bai’ as-Salam
Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk
mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia datang ke bank dan mengajukan
permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat
diberikan, bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani, di mana bank
akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka waktu
empatbulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo,
petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak
membutuhkan gabah untuk “keperluannya sendiri”, bank dapat menjualnya kepada
pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih
tinggi, misalnya Rpl.200,00 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank
dalam hal ini adalah Rp400.000,00 atau (Rp200,00 x 2000 kg).
Bai’ As-Salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Rukun Bai’ As-Salam:
a. Muslam (Pembeli)
b. Muslam ilai (penjual)
c. Modal atau uang
d. Muslam fiih (barang)
e. Sighat atau ucapan
Syarat Bai’ as-Salam:
a. Berkaitan dengan modal transaksi bai’ as-salam, maka modal transaksinya harus diketahui dan berbentuk uang tunai serta pembayaran salam harus dilakukan di tempat kontrak.
b. Berkaitan dengan barang, maka barang
– Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
– Harus bisa di identifikasi secara jelas
– Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari, namun mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan barang segera.
– Dibolehkan menentukan tanggal waktu dimasa datang untuk penyerahan barangnya.
– Tempat penyerahan barang harus disepakati pihak-pihak yang berakad.
– Tidak dibolehkan mengganti barang dengan barang lain yang berbeda. Tetapi jika barang tersebut diganti dengan barang lain yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, hal tersebut dibolehkan.
Skema Bai’ As-Salam
Skema Bai’ As-Salam Paralel
Ketentuan umum Salam :
– Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton cabe merah keriting dengan harga Rp. 10.000-/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
– Apabila hasil produksi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab, dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
– Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua). Mekanisme seperti ini disebut dengan salam paralel.
8. BAI'AL-ISTISHNA' (PURCHASE BY ORDER OR MANUFACTURE)
Pengertian Bai' al-lstishna'
Transaksi bai'
al-istishna'merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.
Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang
lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua
belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran
dilakukan di muka, melalui cicilan, atau di-tangguhkan sampai suatu waktu pada
masa yang akan datang.
Menurut jumhur fuqaha, bai'
al-istishna' merupakan suatu jenis khusus dari akad bai'as-salam. Biasanya,
jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai'
al-istishna' mengikuti ketentuan dan aturan akad bai’ al-ishtishna’.
Dalam literatur fiqih klasik,
masalah istishna' mulai mencuat
setelah menjadi bahan bahasan mazhab Hanafi seperti yang dikemukakan dalam Majallat
al-Ahkam al-Adliya. Akademi Fiqih Island pun menjadikan masalah ini sebagai
salah satu bahasan khusus. Karena itu, kajian akad bai'al-istishna'mi didasarkan
pada ketentuan yang dikembangkan oleh fiqih Hanafi, dan perkembangan fiqih
selanjutnya dilakukan fuqaha kontemporer.
Contoh pembiayaan Bai' al-lstishna'
Seseorang yang ingin membangun
atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu
dengan cara bai' al-istishna'. Dalam akad bai' al-istishna', bank
berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan/renovasi rumah. Bank lalu
membeli/memberikan dana, misalnya Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah
rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/atau hasil renovasi rumah itu masih
menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah
selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya
kepada nasabah dengan harga dan waktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00
dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank men dapat
keuntungan Rp9.000.000,00.
Dasar Hukum Istishna’
Dasar Hukum transaksibai’ as-salam
terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
a. Al-Qur’an
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang tidak di tentukan,
hendaklah kamu menuliskannya….”(al-Baqarah:282)
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu
Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut tentang transaksi bai’ as-salam.
Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “saya bersaksi bahwa salaf (salam)
yang di jamin untuk jangka waktu tertentu telah di halalkan oleh Allah pada
kitab-Nya dan di izinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut diatas.
b. Al-hadits
ﻣﻥ ﺍﺳﻟﻑ ﻓﻲ ﺷﻲ ﻓﻓﻲ ﻛﯿﻝ ﻣﻌﻟﻭ ﻡ ﻭ ﻭ ﺯ ﻦ
ﻣﻌﻟﻭ ﻡ ﺍ ﻟﻰ ﺍ ﺟﻞ ﻣﻌﻟﻭ ﻡ
“Barangsiapa yang melakukan salaf
(salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang
jelas pula untuk jangka waktu yang di ketahui”
Dari Suhaib r.a bahwa Rasulullah saw
bersabda,
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual.”(HR Ibnu
Majah)
Mengingat Bai’ Al-Istishna merupakan
lanjutan dari Bai’ as-salam maka secara umum dasar hukum yang berlaku pada Bai’
as-salam juga berlaku pada Bai’ al-Istishna’.Sungguhpun demikian para ulama
membahas lebih lanjut “keabsahan” Bai’ al-Istishna’ dengan penjelasan berikut.
Menurut Mazhab Hanafi, bai’
al-istishna’termasuk akad yang di larang karena bertentangan dengan semangat
bai’secara qiyas. Mereka mendasarkan kepada argumentasi bahwa pokok kontrak
penjual harus ada dan dimiliki oleh penjual, Sedangkan dalam Istishna’, pokok
kontrak itu belum ada atau tidak di miliki penjual. Meskipun demikian, Mazhab
Hanafi Menyetujui kontrak Istishna’ atas dasar Istihsan karena alasan-alasan
berikut ini.
1. Masyarakat telah mempraktekkan
bai’ al-Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama
sekali. Hal demikian menjadikan bai’ al-istishna sebagai kasus ijma’ atau
konsensus umum.
2. Di dalam Syariah di mungkinkan
adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma’ ulama,
3. keberadaan bai’ al-istishna’ di
dasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang
yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung untuk melakukan kontrak
agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
4. Bai’ al-istishna’ sesuai dengan
aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash
atau aturan syariah.
Sebagian Fuqaha kontemporer
berpendapat bahwa bai’ al-istishna’ adalah sah atas dasar qiyas dan aturan umum
syariah karena itu memang jual beli biasa dan si penjual akan mampu mengadakan barang
tersebut pada saat penyerahan. Demikian juga terjadinya kemungkinan
perselisihan atas jenis dan kualitas suatu barang dapat di minimalkan dengan
pencantuman spesifikasi dan ukuran-ukuran serta bahan material pembuatan barang
tersebut.
3. Rukun dan Syarat Istishna
Pelaksanaan bai’ al-istishna’ harus
memenuhi sejumlah rukun berikut ini.
- muslam atau pembeli
- muslam ilaih atau penjual
- modal atau uang
- muslam fiihi
- sighat atau ucapan
4. Syarat Bai’ al-istishna’
Di samping segenap rukun harus
terpenuhi, bai’ al-istishna’ juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada
masing-masing rukun. Di bawah ini akan di uraikan di antara dua rukun
terpenting, yaitu modal dan barang.
a. Modal Transaksi Bai al-istishna’
- Modal Harus di ketahui.
- Penerimaan pembayaran salam.
b. Al-muslam fiihi (Barang)
- Harus spesifik dan dapat di akui sebagai utang
- Harus bisa di identifikasi secara jelas
- Penyerahan barang di lakukan di kemudian hari
- Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan penyerahan segera.
- Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyrahan barang.
- Tempat penyerahan.
- Penggantian muslam fiihi dengan barang lain.
6. Istishna’ Pararel
Dalam sebuah kontrak bai’
al-istishna’, bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontrakator
untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat
kontrak istishna’ kedua untuk memenuhi kewajibannya kepada kontrak pertama.
Kontrak baru ini di kenal sebagai istishna’ pararel. Istishna’ pararel dapat di
lakukan dengan syarat:(a) akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah
dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan (b) akad kedua di lakukan
setelah akad pertama sah.
Ada beberapa konsekuensi saat bank
Islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya sebagai berikut.
- Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. Istishna’ pararel atau subkontrak untuk sementara harus di anggap tidak ada. Dengan demikian sebagai shani’ pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.
- Penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ pararel bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’ al-istishna’ kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontraktersebut tidak memunyai kaitan hukum samasekali.
- Bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggungjawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewjiban inilah yang membenarkankeabsahan istishna’ pararel, juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada.
7. Perbedaan antara Salam dan
Istishna’
Menurut jumhur fuqaha, jual beli
istisna’ itu sama dengan salam, yakni jual beli sesuatu yang belum ada pada
saat akad berlangsung (bay’ al-ma’dum). Menurut fuqaha Hanafiah, ada dua
perbedaan penting antara salam dengan istisna’, yaitu :
- Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung, sedangkan dalam istisna’ dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di angsur atau bisa di kemudian hari.
- salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan istisna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Insitut Bankir Indonesia mendefinisikan istisna’ sebagai akad antara pemesan
dengan pembuat barang untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual
beli suatu barang yang baru akan di buat oleh pembuat barang. Dalam istisna’,
bahan baku dan pekerjaan penggarapannya menjadi kewajiban pembuat barang. Jika
bahan baku di sediakan oleh pemesan, maka akad tersebut berubah menjadi ijarah.
Perbandingan Antara Bai’ as-Salam
dan bai’ al-Istishna’
SUBJEK
|
SALAM
|
ISTISHNA
|
ATURAN DAN KETERANGAN
|
Pokok Kontrak
|
Muslam Fiihi
|
Mashnu’
|
Barang di tangguhkan dengan
spesifikasi.
|
Harga
|
Di bayar saat kontrak
|
Bisa saat kontrak, bisa di angsur,
bisa dikemudian hari
|
Cara penyelesaian pembayaran
merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna’.
|
Sifat Kontrak
|
Mengikat secara asli (thabi’i)
|
Mengikat secara ikutan (taba’i)
|
Salam mengikat semua pihak sejak
semula, sedangkan istishna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen
sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak
bertanggung jawab.
|
Kontrak Pararel
|
Salam Pararel
|
Istishna’ Pararel
|
Baik salam pararel maupun
istishna’ pararel sah asalkan kedua kontrak secara hukum adalah terpisah.
|
8. Aplikasi Istishna’ di Lembaga
Keuangan Syariah (LKS)
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya untuk mengadakan berbagai
transaksi ekonomi, salah satunya adalah jual beli yang melibatkan dua pelaku,
yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen , sedangkan pembeli
adalah konsumen konsumen. Pada kenyataannya, konsumen kadang memerlukan barang
yang belum di hasilkan sehingga konsumen melakukan transaksi jual beli dengan
produsen dengan cara pesanan. Di dalam perbankan syariah, jual beli Istishna’
lazim di tetapkan pada bidang konstruksi dan manufaktur.
Contoh Kasus
CV. Selayang Pandang yang bergerak
dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk memebuat
sepatu anak sekolah SMU senilai RP. 60.000.000,-.dan mengajukan permodalan
kepada Bank Syariah Plaju. Harga perpasang sepatu yang di ajukan adalah Rp.85.000,-
dan pembayarannya di angsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu di
pasaran sekitar rp. 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Plaju tidak tahu
berapa biaya pokok produksi. CV.Selayang Pandang hanya memberikan keuntungan
Rp. 5.000,- perpasang atau keuntungan keseluruhan adalah RP. 3.529.412,-yang
diperoleh dari hitungan Rp. 60.000.000/Rp. 85.000xRp. 5.000 = rp. 3.529.412.
Bank Syariah Plaju dapat menawar
harga yang diajukan oleh CV. Selayang Pandang dengan harga yang lebuh murah,
sehingga dapat di jual kepada masyarakat dengan harga yang lebih murah pula.
Katakanlah misalnya Bank Syariah Plaju menawar harga Rp. 86.000,-per pasang,
sehingga masih untung Rp. 4.000,- perpasang dengan keuntungan keseluruhan
adalah:
Rp. 60.000.000/Rp. 86.000xRp. 4.000
= Rp. 2.790.697
9.
Etika Pembiayaan Secara Islami
Empat Sifat Nabi dalam Mengelola Bisnis
1.
Shiddiq: Shiddiq adalah sifat Nabi Muhammad SAW., artinya benar dan jujur.
Sebagai seorang pemimpin, ia senantiasa berperilaku benar dan jujur dalam
sepanjang kepemimpinannya.
2.
Amanah: artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kreditel.
Konsekuensi amanah adalah mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, baik
sedikit maupun banyak, tidak mengambil lebih banyak daripada yang ia miliki,
dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa hasil penjualan, fee, jasa
maupun upah buruh.
3.
Fathanah: dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan atau
kebijaksanaan. Pemimpin perusahaan yang fathanah artinya pemimpin yang
memahami, mengerti, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi
tugas dan kewajibannya.
4.
Tabligh: artinya komunikatif dan argumentatif. Orang yang memiliki
sifat tabligh akan menyampaikannya dengan benar (berbobot) dan dengan
tutur kata yang tepat (bi al-hikmah).
Membangun Bisnis dengan Nilai-nilai Syariah
Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzb (bohong atau
dusta). Berikut adalah contoh-contoh kejujuran para nabi:
a.
Kejujuran Nabi Yusuf a.s.: Allah
SWT. menggambarkan Nabi Yusuf sebagai orang yang amat jujur. Sang pelayan yang
berjumpa dengan Yusuf itu mengambil manfaat dari pengaruh dan cahaya Yusuf.
b.
Kejujuran Nabi Ibrahim a.s.: Ia
adalah orang yang kejujurannya lebih banyak membenarkan kegaiban dari Allah,
membenarkan ayat-ayat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para urusan-Nya.
c.
Kejujuran Nabi Isma'il a.s.:
Isma'il adalah seorang rasul dan nabi. Ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan
beribadah, karena ia ingin menjadikan mereka sebagai suri teladan bagi
orang-orang di belakangnya.
d.
Kejujuran Nabi Idris a.s.: Ia
adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
e. Kejujuran Nabi Isa a.s.: Sebagai utusan Allah, Nabi Isa
a.s. terkenal kesalehan, kejujuran, dan kepeduliannya yang sangat tinggi kepada
kaumnya.
f. Kejujuran Nabi Muhammad SAW. dibuktikan oleh para
penolongnya, oleh orang-orang yang beriman kepadanya. Cukuplah bagi kita
kesaksian Jibril yang tepercaya membawa sebagai dalil yang paling baik bagi
kejujuran Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, manusia diwajibkan
untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan kehidupannya.
Islam juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Malia Pemurah sehingga
rezeki-Nya sangat iuas. Bahkan, Allah tidak memberikan rezeki itu kepada kaum
muslimin saja, tetapi kepada siapa saja yang bekerja keras.
Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits
Nabi saw. yang memerintahkan manusia agar bekerja. Manusia dapat bekerja apa
saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan-Nya. Ia
bisa melakukan aktivitas produksi, seperti pertanian, perkebunan, peternakan,
pengolahan makanan dan minuman, dan sebagainya. Ia juga dapat melakukan
aktivitas distribusi, seperti perdagangan atau dalam barang dan jasa, seperti
transportasi, kesehatan, dan sebagainya.
Untuk memulai usaha seperti ini
diperlukan modal, seberapa pun kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan modal
dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada
rekan-rekannya. Jika tidak tersedia, peran institusi keuangan menjadi sangat
penting karena dapat me nyediakan modal bagi orang yang ingin berusaha.
Dalam Islam, hubungan
pinjam-meminjam tidak dilarang, bahkan di-anjurkan agar terjadi hubungan saling
menguntungkan, yang pada gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Hal
yang perlu diperhatikan adalah apabila hubungan itu tidak mengikuti aturan yang
diajarkan oleh Islam. Karena itu, pihak-pihak yang berhubungan harus mengikuti
etika yang digariskan oleh Islam.
Transaksi bai’ al-istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli. Lalu pembuat barang berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakatai dan menjualnya kepada
pembeli akhir. Menurut jumhur fuqaha , merupakan suatu jenis khusus dari akad
bai’ as-salam. Dengan demikian, ketentuan bai’ al-istishna mengikuti ketentuan
dan aturan bai’ as-salam.Istishna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Skema Bai’ al-Istishna
Ketentuan Umum :
– Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
2. Prinsip Sewa (Ijaroh)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Transaksi Ijaroh dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijaroh sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada Ijaroh objek transaksinya adalah jasa.
Skema al-Ijarah
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya pada nasabah. Karena itu dalam perbankan Syariah dikenal Ijaroh Muntahhiyah Bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
ETIKA MEMINJAM SECARA ISLAMI
Dalam perbankan syariah,
sebenarnya penggunaan kata pinjam-meminjam
kurang tepat digunakan disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman
merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih
banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli,
bagi hasil, sewa, dan sebagainya. Kedua, dalam Islam, pinjam-meminjam
adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila seseorang meminjam
sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok
pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw. Yang mengatakan bahwa
setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan
para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam perbankan syariah, pinjaman
tidak disebut kredit, tapi pembiayaan (financing).
Jika seseorang datang kepada bank
syariah dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu,
misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak ia harus melakukan jual beli dengan
bank syariah. Di sini, bank syariah bertindak selaku penjual dan nasabah
bertindak selaku pembeli. Jika bank memberikan pinjaman (dalam
pengertian konvensional) kepada nasabah untuk membeli barang-barang itu, bank
tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjaman itu. Sebagai lembaga komersial
yang mengharapkan keuntungan, bank syariah tentu tidak mungkin melakukannya.
Karena itu, harus dilakukan jual beli, di mana bank syariah dapat mengambil
keuntungan dari harga barang yang dijual dan keuntungan dari jual beli
dibolehkan dalam Islam (al-Baqarah: 275).
Akad Ijarah itu sendiri dalam skema pembiayaan
syariah. Hampir mirip dengan sewa menyewa pada transaksi konvensional, sewa
menyewa dalam transaksi Ijarah terjadi antara bank sebagai pihak yang
menyewakan, dan Nasabah sebagai penyewa, dengan mengacu pada objek yang di
sewakan. Namun demikian, dalam transaksi Ijarah, sewa menyewa tersebut dapat
digunakan sebagai mekanisme pembiayaan dengan skema syariah.
Akad Ijarah merupakan akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (Ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
tersebut.
Disamping contoh kasus di atas, sebenarnya
Ijarah terdiri atas:
1. Ijarah Murni (Sewa Menyewa
murni).
Dalam Ijarah murni, yang berlaku
adalah perjanjian sewa menyewa biasa. Dimana pihak tetap memiliki kedudukan
sebagaimana awal perjanjian, yaitu antara pihak yang menyewakan dan pihak yang
menyewa barang. Setelah masa sewa berakhir, para pihak kembali pada
kedudukannya masing-masing. Dalam konsep Ijarah murni tersebut, yang di sewakan
tidak hanya berupa manfaat atas suatu barang saja, melainkan juga manfaat atas
suatu jasa tertentu. Misalnya: jasa borongan pembangunan gedung bertingkat,
jasa borongan penjahitan dan lain sebagainya.
Jadi, titik beratnya adalah pada
jasa pemborongan suatu pekerjaan, yang konsepnya sangat berbeda dengan jasa
perburuhan. Karena dalam jasa perburuhan, yang terjadi adalah hubungan kerja
antara majikan dengan pekerjanya. sedangkan dalam skema ijarah atas suatu
pekerjaan tertentu, yang di borongkan adalah hasil dari pekerjaan tersebut.
Oleh karena itu, tidak ada hubungan hukum dalam bentuk majikan dengan pekerja sebagaimana
halnya dalam jasa perburuhan.
2. Al-ijarah wal iqtina atau
Mutahiyah bi Tamlik (IMBT)
Sewa menyewa dengan hak opsi pada
akhir masa sewa, untuk membeli barang yang disewakan. Dalam sewa menyewa
tersebut, uang pembayaran sewanya sudah termasuk cicilan atas harga pokok
barang. Pihak yang menyewakan (dalam hal ini Bank misalnya) berjanji (wa’ad)
kepada penyewa untuk memindahkan kepemilikan objek setelah masa sewa
berakhir. Janji tersebut harus dinyatakan dalam akad IMBT tersebut.
Jadi, kedudukan multifinance dan
customer akan berubah pada akhir masa sewa. Pihak multifinance yang semula
adalah pemilik barang selaku pihak yang menyewakan, akan berubah menjadi
penjual pada akhir masa sewa. Demikian puluh customer, yang tadinya bertindak
selaku penyewa, akan berubah menjadi pembeli pada akhir masa sewa.
Dalam praktik perbankan syariah,
skema IMBT ini dapat digunakan
untuk pembelian rumah dengan menggunakan system KPR, dimana barang yang di IMBT
kan tersebut secara prinsip sudah merupakan milik nasabah yang bersangkutan.
IJARAH DALAM PENGERTIAN UJROH (UANG
JASA)
Disamping pengertian ijarah dalam
konteks sewa menyewa, ijarah ini sendiri juga mengandung pengertian “ujroh”
atau uang jasa atau kadang disebut juga “fee”. Ijarah dalam pengertian ini
diberikan kepada seseorang atas jasa yang telah dilakukannya.
Contohnya begini:
Arief adalah seorang pengusaha Biro
Perjalanan Haji. Dalam musim haji yang akan datang ini, Arief harus membayar
uang muka hotel, catering dan pesawat yang akan digunakan oleh para calon
jemaah haji. Berhubung tidak semua jemaah membayar ONH secara penuh di
muka, sedangkan biaya-biaya perjalanan haji sudah harus dibayarkan, maka
Arief membutuhkan “dana talangan” untuk menutupi kekurangan pembayaran
dimaksud. Suatu Bank Syariah yang bersedia memberikan dana talangan kepada
Arief menggunakan skema Modal Kerja Ijarah. Jadi,
Bank Syariah akan menalangi terlebih dahulu kekurangan uang muka untuk hotel,
tiket pesawat dan catering calon jemaah. Atas pemberian dana talangan tersebut,
Bank Syariah berhak atas ujroh (keuntungan) tertentu.
Tenriagi
adalah seorang pengusaha yang berkecimpung di bidang industry pariwisata di
Makassar. Menjelang lebaran, Tenriagi ingin menambah armada angkutan Bus
Pariwisata nya sebanyak 10 unit. Untuk itu, Tenriagi mengajukan permohonan
kepada Bank Syariah untuk membiayai pembelian atas 10 unit Bus Pariwisata
tersebut. Bank Syariah kemudian menawarkan skema sewa menyewa (Ijarah) yang di
akhiri dengan peralihan kepemilikan pada akhir masa sewanya. Dalam konsep
syariah hal ini dikenal dengan istilah Ijarah
Muntahiya bittamlik (IMBT).
Pada
dasarnya, system skema pembiayaan IMBT ini juga dikenal dalam hukum
konvensional, yaitu skema Sewa Beli (leasing).
Jadi, seperti halnya pada sewa beli, konsep awal dari perjanjian antara Bank
Syariah dengan Tenriagi pada kasus tersebut di atas adalah Perjanjian Sewa Menyewa. Pada saat pembayaran sewa tersebut, posisi
Tenriagi dimata hukum adalah selaku penyewa, dan objek yang di IMBT kan
kepemilikannya masih berada di tangan Bank Syariah (selaku pemilik barang).
Oleh karena itu, cicilan atau angsuran pembayaran yang dilakukan oleh Tenriagi
setiap bulannya adalah pembayaran biaya
sewa.
Pada
akhir masa sewa, Tenriagi diberikan hak opsi untuk membayar “nilai tebus” atas
barang yang disewanya. Pada saat Tenriagi membayar suatu nilai tebus tersebut,
maka pada saat itulah beralih kepemilikan atas barang dari semula milik Bank
Syariah, menjadi milik Tenriagi.
Harga mobil tersebut sebesar Rp. 100jt/unit. Jangka waktu sewa
selama 24 bulan. Pembayaran sewa bulanan atas mobil tersebut oleh Bank Syariah
ditetapkan sebesar Rp. X per bulan. Selama bulan 1 sampai dengan bulan ke 24,
Tenriagi bertindak selaku penyewa atas mobil dimaksud dan kepemilikan atas
barang tersebut masih berada di tangan Bank. Pada akhir bulan ke 24, terdapat
nilai tebus sebesar Rp. 10,- .Pada saat Tenriagi membayar nilai tebus
tersebut, maka barulah terjadi perpindahan kepemilikan atas mobil dimaksud dari
Bank Syariah kepada Tenriagi.
Perbedaan antara Jual beli secara
Murabahah dengan jual beli melalui mekanisme IMBT
Secara
awam, sepintas tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skema Murabahah
dengan skema IMBT. Karena nasabah sama-sama membeli barang dengan melalui Bank
Syariah, dan selanjutnya pembayarannya dilakukan dengan menggunakan mekanisme
cicilan. Namun secara hukum, terdapat titik berat perbedaannya, yaitu: saat
peralihan kepemilikan. Saat peralihan kepemilikan tersebut berakibat
juga pada saat terjadinya peralihan resiko.
Pada
skema Murabahah, peralihan hak terjadi pada awal akad, selanjutnya Bank Syariah
memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk mencicil pembayarannya dalam jangka
waktu tertentu. Namun dalam system pembukuannya, barang yang dibeli tersebut
sudah dapat dibukukan sebagai asset nasabah. Dalam hal terjadi resiko selama
masa cicilan tersebut, maka resiko tersebut menjadi tanggung jawab nasabah
selaku pemilik barang.
Dalam
skema IMBT, pada awalnya nasabah hanya bertindak selaku penyewa. sehingga
barang yang disewa tersebut tetap dianggap sebagai asset/milik Bank Syariah.
Pada akhir masa sewa, barulah barang tersebut beralih kepemilikannya dari Bank
Syariah kepada nasabah. Dalam hal terjadi resiko selama masa sewa, maka resiko
tersebut menjadi tanggung jawab Bank. Demikian pula jika nasabah tidak dapat
membayar uang sewa, maka Bank berhak untuk sewaktu-waktu menarik barang tersebut.
Terdapat bentuk akad lain yang bisa
menjadi pilihan dalam melakukan pembiayaan perumahan secara syariah, yaitu akad
Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT). Akad ini merupakan akad sewa (Ijarah) dari
suatu aset riil, dimana pembeli rumah menyewa rumah yang telah dibeli oleh
bank, dan diakhiri dengan perpindahan kepemilikan dari bank kepada pembeli
rumah. Didalam akad IMBT ini terdapat dua buah akad, yaitu akad Jual-Beli
(Al-Bai’), dan akad IMBT sendiri, yang merupakan akad sewa-menyewa yang
diakhiri dengan perpindahan kepemilikan di akhir masa sewa.[5]
Secara bahasa, IMBT memiliki arti
dengan memecah dua kata didalamnya. Pertama adalah kata al-ijaarah, yang
berarti upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan. Dan
kata kedua adalah kata at-tamliik, secara bahasa memliki makna yang dapat
menjadikan orang lain untuk memiliki sesuatu. Sedangkan menurut istilah
at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap
manfaat, bisa dengan imbalan atau tidak.[6]
Akad ini pun dikenal dengan nama
lain, yaitu Ijarah Wa Iqtinah, dimana rumah yang disewa telah disepakati diawal
akan dibeli pada akhir masa sewa. Pembayaran yang dilakukan setiap bulan adalah
biaya sewa rumah tersebut yang ditambah dengan harga rumah yang telah dibagi
jangka waktu sewa yang disepakati. Harga rumah tersebut diperoleh dari harga
beli rumah dari bank kepada si penjual rumah, dikurangi uang muka yang telah
dibayar oleh pembeli rumah. Setelah jangka waktu sewa yang disepakati selesai,
bank harus melakukan transfer kepemilikan rumah kepada pembeli.
IV.2.2. Skema Pembiayaan
Pada akad IMBT ini, proses dan
tahapan kontraknya akan dijelaskan dengan menggunakan skema berikut.
Gambar IV.2.2. Skema Pembiayaan Rumah dengan akad Ijarah Muntahia
Bittamlik
Tahapan dari skema IMBT yang telah
digambarkan diatas adalah sebagai berikut.
- Konsumen melakukan identifikasi dan memilih rumah yang akan dibeli
- Bank membeli rumah dari penjual dengan cara tunai
- Bank menyewakan rumah kepada konsumen dengan harga sewa dan jangka waktu yang disepakati.
- Konsumen membayar harga sewa rumah setiap bulan diakhiri dengan membeli rumah pada harga yang disepakati diakhir masa sewa.
Pada tahapan skema IMBT ini,
terdapat tiga kontrak yang harus dilakukan. Kontrak pertama adalah kontrak
antara bank dengan penjual rumah yang mencakup proses jual-beli rumah dari
penjual rumah kepada bank. Kontrak ini diatur didalam suatu Perjanjian
Penjualan properti (PJP).
Kontrak yang kedua adalah Perjanjian
Sewa Menyewa (PSM), yaitu perjanjian yang melibatkan bank dengan konsumen
dimana Bank menyewakan rumah kepada konsumen dengan biaya sewa per bulan dan
jangka waktu sewa disepakati didalam kontrak ini. Dan perjanjian yang terakhir
adalah Perjanjian Jual Properti (PJP) dimana bank menjual rumah yang disewakan
tersebut kepada konsumen setelah masa sewa yang disepakati diawal berakhir.
IV.2.3. Perhitungan
Perhitungan dari skema IMBT ini
dapat djelaskan melalui contoh berikut. Misalkan ada seseorang yang
hendak menjual rumah di harga Rp.100,000,000. Dan ada seorang pembeli B yang
ingin membeli rumah tersebut dengan meminta bantuan Bank A memberikan
pembiayaan, maka bank A dapat menawarkan kepada pembeli B untuk bekerjasama
dengan akad IMBT.
Maka kontrak pertama yang dilakukan
adalah dimana Bank A harus membeli rumah kepada penjual rumah dengan harga Rp.
100,000,000 dan akan dilanjutkan dengan perjanjian kontrak kedua dimana Bank A
menyewakan rumahnya kepada pembeli B. Misalkan biaya sewa yang disepakati
adalah sebesar Rp.1,000,000 per bulan selama 10 tahun (120 bulan), maka pembeli
B akan mengeluarkan uang sewa sampai 10 tahun adalah sebesar Rp.1,000,000
dikali dengan 120 bulan, adalah sebesar Rp.120,000,000.
Diakhir masa sewa, Bank A menjual
rumah yang telah dimilikinya kepada pembeli B dengan harga Rp.10,000,000. Maka
kepemilikan rumah telah berpindah kepada pembeli B pada saat kontrak perjanjian
yang terakhir, yaitu setelah 10 tahun. Apabila perhitungan tersebut digambarkan
kedalam skema akad IMBT, gambar berikut adalah skema aliran dana yang terjadi.
Gambar IV.2.3.1. Skema Pembiayaan akad Ijarah Muntahia Bittamlik
Namun, bank perlu memperhatikan
bagaimana arus kas dari akad IMBT ini berkerja untuk bank. Dari sisi waktunya,
arus kas masuk dan arus kas keluar dapat digambarkan didalam skema pembayaran
berikut ini.
Gambar IV.2.3.2. Skema Pembayaran akad Ijarah Muntahia Bittamlik
IV.2.4. Potensi Masalah
Pada akad IMBT, apabila pembeli B
tidak dapat melakukan pembelian rumah sebelum jangka waktu berakhir. Karena
apabila pembelian rumah dilakukan sebelum masa sewa berakhir, maka Bank A akan
mengalami kerugian dimana, pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari pada uang
yang sudah dikeluarkan pada saat membeli rumah. Kecuali pada saat pembelian
dilakukan sebelum masa sewa berakhir, pembeli B tetap melunasi biaya sewa
menyewa. Namun solusi ini pun merugikan pembeli B. Sehingga, perlu dijelaskan
didalam kontrak dimana dijelaskan suatu skenario perhitungan apabila pembeli B melakukan
pembelian rumah yang dimiliki bank A lebih cepat dari jangka waktu sewa yang
disepakati.
Dari sisi keuangan, akad IMBT ini
secara relatif cenderung memiliki potensi yang merugikan salah satu pihak.
Dimana bank memiliki kemungkinan kerugian yang lebih besar dari pada konsumen.
Harga sewa akan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya
waktu. Namun harga sewa dalam akad IMBT ini sudah disepakati secara tetap
diawal tyransaksi.
Dari sisi harga, harga jual pada
saat akhir periode sewa yang sudah ditentukan diawal pun, berpotensi memiliki
perbedaan prediksi. Dimana harga jual yang disepakati lebih kecil dari pada
harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan bank penerbit pembiayaan akad IMBT
ini.
pak budaya bank syariahnya mana sama legalitas ny
BalasHapusKabar baik!! pencari pinjaman !!!
BalasHapusNama saya Alfred Daniel Nehemia dari bali Indonesia, roti CEO Daniel Bakery, Pertama-tama saya akan mengatakan bahwa Tuhan harus memberkati Lady jane karena mengenalkan saya kepada perusahaan pinjaman yang jujur dan halal sehingga saya benar-benar percaya bahwa Anda memberi tahu rekan kerja bahwa saya mempunyai Ide bagus untuk memulai bisnis sendiri karena mendapat pekerjaan tidak mudah jadi saya pergi ke bank untuk mendapatkan pinjaman (Rp800 juta) tapi mereka semua meminta uang muka sebesar jumlah pinjaman saya tapi satu-satunya properti yang saya miliki adalah motor. Sepeda, yang membuat saya merasa kecewa
Jadi saya mencari perusahaan pinjaman online tapi kebanyakan menipu dan menipu, saya hampir kehilangan harapan dan kepercayaan diri sampai saya membaca artikel tentang lady jane tapi saya tidak sempat menutup tapi membaca artikelnya jadi saya mencoba pencarian online lain yang disebut craigslist. org dimana saya melihat iklan perusahaan Dangote Loan jadi saya memutuskan untuk melamar dan menghubungi lady jane juga
Dangote Loan Company memberikan pinjaman dengan tingkat suku bunga 2% dan tidak kurang dari Rp20 juta
Saya mengikuti prosedur di sana, memberikan semua yang diminta, saya juga sangat takut, tapi untuk kemuliaan tuhan, doaku dijawab dan uang pinjaman saya ditransfer ke saya tanpa masalah.
jadi jangan buang waktu anda kontak Dangote perusahaan pinjaman Via dangotegrouploandepartment@gmail.com
Anda juga bisa mencari di google untuk informasi lebih lanjut, ini nyata dan sangat nyata atau hubungi saya juga melalui email di alfreddaniel324@gmail.com dan juga di BBM: 7AEA8FA5
Saya Ny. Nisrina Endang dari Makassar, Indonesia, saya menggunakan media untuk memberi tahu saudara laki-laki dan perempuan saya bagaimana saya baru-baru ini mendapat pinjaman sebesar Rp450.000.000 dari seorang ibu yang baik ketika anak saya sakit dan membutuhkan transplantasi ginjal yang tidak saya miliki semua uang orang menolak saya, bank saya menolak saya sampai saya bertemu dengan seorang saksi yang memperkenalkan saya kepada sebuah perusahaan pinjaman yang bagus bernama Ibu Rika ANDERSON LOAN COMPANY, mereka memberi saya pinjaman untuk membayar tagihan medis anak saya dan mendirikan sebuah bisnis tanpa jaminan dengan 2 % bunga, Mrs. Rika adalah penyelamat hidup, semoga Tuhan terus memberkatinya karena perbuatan baiknya, jika Anda membutuhkan pinjaman atau bantuan keuangan untuk melunasi utang Anda atau berinvestasi dalam bisnis Anda, saya akan mendorong Anda untuk menghubungi perusahaan melalui email (rikaandersonloancompany@gmail.com) Ponsel Resmi: +1 (347) 682-4706, Watsapp: +13476824706 dan facebook: (rika.anderson.5648)
BalasHapusdalam kasus untuk dan setiap pertanyaan atau saran saya dapat dihubungi melalui email di endangnisrina@gmail.com semoga damai dan berkah menjadi perhatian bagi kita semua.