Jumat, 07 November 2014

Manajemen Pemasaran dan Pembiayaan Bank Syariah




Manajemen Pemasaran dan Pembiayaan Bank Syariah

MANAJEMEN PEMASARAN DAN PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH


Oleh                :  YUSUP, S.Pd. MM
NBM               :  871677
No. Kontak     :  081381237000
Email               :  yusup_nani@yahoo.co.id
Blog                :  http://yussupebiet.blogspot.com


                                                                  
PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG



TEMA :
1.      Manajemen Syariah Marketing
2.      Strategi dan Implementasi Pemasaran Perbankan Syariah
3.      Marketing Mix
4.      Pembiayaan Al Musyarakah
5.      Pembiayaan Al Mudharobah
6.      Pembiayaan Al Murahabah
7.      Pembiayaan Bai’ As-Salam
8.      Pembiayaan Bai’ Al-Iszishna
9.      Etika Pembiayaan Secara Islami

1.      Manajemen Syariah Marketing

Banyak orang mengatakan, pasar syariah adalah pasar yang emosional (emotional market), sedangkan pasar konvensional adalah pasar yang rasional (rational market). Selain itu, dalam syariah marketing, bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata hanya untuk mencari keridaan Allah maka seluruh bentuk transaksinya insya Allah menjadi ibadah di hadapan Allah SWT. Ini akan menjadi bibit dan modal besar baginya untuk menjadi bisnis yang besar, yang memiliki spiritual brand, yang memiliki kharisma, keunggulan, dan keunikan yang tidak tertandingi. Seperti dalam Al-Quran,


} وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلُُ فَئَاتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلُُ فَطَلُُّ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {265}

“Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Malia Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 265)

Spiritual Marketing sebagai jiwa Bisnis

Kita memerlukan kepemimpinan spiritual dalam mengelola suatu bisnis, terlepas dari mana sumber spiritual tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Jonathan L. Parapak, “Apabila kita dalami elemen-elemen pokok dari kepemimpinan, maka semua harus diwarnai, dicerahi, dan dilandasi oleh ajaran, nilai, dan prinsip-prinsip agama (Kristen bagi penganut Kristen). Visinya adalah visi penyelamat, visi transformasi, visi pemeliharaan, visi kasih, visi pemberdayaan, dan visi kekekalan. Strateginya adalah strategi pemberdayaan, penyelamatan, dan pembaruan. Sistem nilai, ajaran, dan prinsip-prinsip Kristiani menjadi pegangan, landasan, acuan, dan arahan utama dalam memilih pola komunikasi, skenario yang akan digelar”.
Sebenamya, spiritual marketing ini dapat kita laksanakan dengan optimal jika dalam segala aktivitas sehari-hari kita menempatkan Tuhan sebagai Stakeholder utama. Ini perbedaan pokok antara pemasaran biasa dan spiritual marketing. Kita menempatkan Tuhan sebagai satu-satunya pemilik kepentingan (the ultimate stakeholder). Akuntabilitas dan responsibilitas diterjemahkan sebagai pertanggungjawaban di Padang Mahsyar (yaumul hisab) kelak, yang merupakan pengadilan abadi terhadap sepak-terjang manusia (termasuk para pelaku bisnis), baik yang tersurat maupun yang tersirat. Allah SWT. berfirman.

أَيَحْسَبُ اْلإِنسَانُ أَن يُتْرَكَ سُدًى {36}


Artinya:
“Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban) ? “
(Q.S. Al-Qiyamah [751: 36)

Karakteristik Syariah Marketing

Kata “syariah” (al-syari'ah) telah ada dalam bahasa Arab sebelum turunnya Al-Quran. Kata yang semakna dengannya juga ada dalam Taurat dan Injil. Kata syari'at dalam bahasa Ibrani disebutkan sebanyak 200 kali, yang selalu mengisyaratkan pada makna “kehendak Tuhan yang diwahyukan sebagai wujud kekuasaan-Nya atas segala perbuatan manusia.”
Pada bagian ini, penulis ingin melakukan eksplorasi atas apa yang dimaksud dengan syariah marketing. Ada empat karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar sebagai berikut:
a.       Teistis (Rabbaniyyah)   
Salah satu ciri khas syariah marketing yang tidak dimiliki dalam pemasaran konvensional yang dikenal selama ini adalah sifatnya yang religius (diniyyah).
b.      Etis (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena teistis (rabbaniyyah), juga karena ia sangat mengedepankan masalah akhlak (moral, etika) dalam selumh aspek kehidupannya.
c.       Realistis (Al-Waqi'iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis, anti-modernitas, dan kaku. Syariah marketing adalah konsep pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah Islamiah yang melandasinya.
d.      Humanistis (Al-Insaniyyah)
Keistimewaan syariah marketing yang lain adalah sifatnya yang humanistis universal.

Implementasi Syariah Marketing

Berbisnis Cara Nabi Muhammad SAW.
Muhammad adalah Rasulullah, Nabi terakhir yang diturunkan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran Tuhan yang diturunkan sebelumnya. Rasulullah adalah suri teladan umat-Nya, “Sungguh, telah ada -pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21). Akan tetapi, pada sisi lain, Nabi Muhammad SAW. juga adalah manusia biasa; beliau makan, minum, berkeluarga dan bertetangga, berbisnis dan berpolitik, sekaligus memimpin umat. Berikut adalah bisnis syariah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Muhammad sebagai Syariah Marketer
Muhammad diutus oleh Allah SWT. bukan sebagai seorang pedagang. Beliau adalah sebagai seorang nabi dengan segala kebesaran dan kemuliaannya. Rahasia keberhasilan dalam perdagangan adalah sikap jujur dan aail dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pedagang.
Nabi Muhammad SAW. sangat menganjurkan umatnya untuk berbisnis (berdagang) karena berbisnis dapat menimbulkan kemandirian dan kesejahteraan bagi keluarga, tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain.

Muhammad sebagai Pedagang Profesional
Beliau melakukan bisnis ini karena merupakan satu-satunya pekerjaan mulia yang tersedia baginya. Beliau melibatkan diri di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam transaksi bisnis sebagai seorang pedagang profesional, tidak ada tawar-menawar dan pertengkaran antara Muliammad SAW. dan para pelanggannya.

Muhammad sebagai Pebisnis yang Jujur
Nabi Muhammad SAW. benar-benar mengikuti prinsip perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya.

Muhammad Menghindari Bisnis Haram
Nabi Muhammad SAW. melarang beberapa jenis perdagangan, baik karena sistemnya maupun karena ada unsur-unsur yang diharamkan di dalamnya.

Muhammad dengan Penghasilan Halal
Nabi Muhammad SAW. diutus untuk menghapus segala sesuatu yang kotor, keji dan gagasan-gagasan yang tidak sehat dalam masyarakat, serta memperkenalkan gagasan yang baik, murni, dan bersih di kalangan umat manusia.

Bagaimana Berbisnis dengan Hati
Hati adalah sumber pokok bagi segala kebaikan dan kebahagiaan seseorang. Bahkan, bagi seluruh makhluk yang dapat berbicara, hati merupakan kesempurnaan hidup dan cahayanya.

Muhammad sebagai Wirausahawan Sejati
Jiwa wirausaha [entrepreneurship) adalah salah satu kekuatan yang dikembangkan oleh Rasulullah, sedangkan wirausahawan atau entrepreneur secara sederhana adalah kemampuan kita untuk menciptakan dan mendesain manfaat dari apa pun yang ada di dalam diri dan lingkungan. Apa pun yang dilihat dapat dikemas menjadi sesuatu yang bermanfaat. Wirausahawan mampu mengenal situasi dan mendayagunakan situasi tersebut sehingga bisa menghasilkan manfaat.

Sembilan Etika (Akhlak) Pemasar
Ada sembilan etika pemasar, yang akan menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketer dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu sebagai berikut.
a.       Memiliki kepribadian spiritual (takwa): Sebuah hadis diriwayatkan dari ‘Umar r.a. yang mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda, Sekiranya kalian bertawakal (menyerah) kepada Allah dengan sungguh-sungguh, Allah akan memberikan rezeki kepada kalian seperti burung yang keluar di pagi hari dengan perut kosong (lapar), tetapi kembali pada sore hari dengan perut penuh (kenyang)."
b.      Berperilaku baik dan simpatik (skidq): Al-Quran mengajarkan untuk senantiasa berwajah manis, berperilaku baik, dan simpatik.
c.       Berlaku adil dalam bisnis (al-'adl): Allah berfirman, “Berbisnislah kalian secara adil” Allah berbisnis secara adil hukumnya wajib, tidak hanya imbauan dari Allah.
d.      Bersikap melayani dan rendah hati (khidmah): Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya, dia bukanlah seorang vang berjiwa pemasar. Rasulullah bersabda “Salah satu ciri orang beriman adalah mudah bersahabat dengan orang lain, dan orang lain pun mudah bersahabat dengannya.”
e.       Menepati janji dan tidak curang: Allah SWT. berfirman tentang sikap amanah, “... jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hiendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhanya..." (Q.S. Al-Baqarah: 283).
f.       Jujur dan tepercaya (al-amanah): Di antara akhlak yang harus menghiasi bisnis syariah adalah kejujuran. Beliau bersabda, “Sumpah palsu dapat melariskan barang dagangannya, tetapi menghancurkan mata pencahariannya.”
g.      Tidak suka berburuk sangka): Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. yang diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Seorang pengusaha tidak boleh menjelekkan pengusaha yang lain, hanya karena persaingan bisnis.
h.      Tidak suka menjelek-jelekkan (ghibah): Kita dilarang ghibah (mengumpat/menjelek-jelekkan). Firman Allah, “Dan jangan dari Ada tujuh belas-prinsip syariah marketing, yaitu sebagai berikut:


2.      Strategi dan Implementasi Pemasaran Syariah

Ada tujuh belas prinsip syariah marketing yaitu sebagai berikut :
a.       Lanskap Bisnis Syariah Marketing
Prinsip 1: Information Technology Allows Us to be Transparent (Change)
Perubahan adalah suatu hal yang pasti akan terjadi. Oleh karena itu, perlu disikapi dengan cermat. Kekuatan perubahan terdiri atas lima unsur, yaitu perubahan teknologi, perubahan politik-legal, perubahan sosial-kultural, perubahan ekonomi, dan perubahan pasar. Dalam prinsip yang membahas perubahan ini, penulis hanya menekankan perubahan pada bidang teknologi. Perubahan-perubahan di bidang lain, yaitu politik-legal, sosial-budaya, ekonomi, dan pasar-walaupun berperan penting dalam syariah marketing, sudah banyak dibahas oleh pihak lain; misalnya peraturan-peraturan yang menyangkut perbankan syariah.
Prinsip 2: Be Respectful to Your Competitors (Competitor)
Dalam menjalankan syariah marketing, perusahaan harus memerhartikan cara mereka menghadapi persaingan usaha yang serba-dinamis.
Prinsip 3: The Emergence of Customers Global Paradox (Customer)
Pengaruh inovasi teknologi mendasari terjadinya perubahan sosial budaya. Hal ini bisa kita lihat dari lahirnya revolusi dalam bidang teknologi yang mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat.
Prinsip 4: Develop a Spiritual-based Organization (Company)
Dalam era global dan di tengah situasi serta kondisi persaingan usaha yang semakin ketat, perusahaan haras merenungkan kembali prinsip-prinsip dasar perusahaannya.
b.      Syariah Marketing Strategy
Prinsip 5: View Market Universally (Segmentation)
Segmentasi adalah seni mengidentifikasikan serta memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar.
Prinsip 6: Target Customer's Heart and Soul (Targeting)
Targeting adalah strategi mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif karena sumber daya yang dimiliki terbatas.
Prinsip 7: Build a Belief System (Positioning)
Positioning adalah strategi untuk merebut posisi di benak konsumen, sehingga strategi ini menyangkut cara membangun kepercayaan, keyakinan, dan kompetensi bagi pelanggan.

c.       Syariah Marketing Tactic
Prinsip 8: Differ Yourself with A Good Package of Content and Context (Differentiation)
Diferensiasi didefinisikan sebagai tindakan merancang seperangkat perbedaan yang bermakna dalam tawaran perusahaan.
Prinsip 9: Be Honest with your 4 Ps (Marketing-Mix)
Kita mengenal 4P sebagai marketing-mix, yang elemen-elemennya adalah product (produk), price (harga), place (tempat/ distribusi), dan promotion (promosi). Akan tetapi, marketing-mix yang dimaksud adalah cara mengintegrasikan tawaran dari perusahaan (company's offers) dengan akses yang tersedia (company's access).
Prinsip 10: Practice a Relationship-based Selling (Selling)
Selling yang dimaksud di sini bukanlah berarti aktivitas menjual produk kepada konsumen semata. Penjualan dalam arti sederhana adalah penyerahan suatu barang atau jasa dari penjual kepada pembeli dengan harga yang disepakati atas dasar sukarela.

d.      Syariah Marketing Value
Prinsip 11: Use a Spiritual Brand Character (Brand)
Brand adalah suatu identitas terhadap produk atau jasa perusahaan. Brand mencerminkan niiai (value) yang diberikan perusahaan kepada konsumen.
Prinsip 12: Services Should Have the Ability to Transform (Service)
Untuk menjadi perusahaan yang besar dan sustainable, perusahaan berbasis syariah marketing harus memerhatikan kepuasan pelanggannya.
Prinsip 13: Practice a Reliable Business Process (Process)
Proses mencerminkan fingkat quality, cost, dan delivery yang sering disingkat sebagai QCD. Proses dalam tingkat kualitas adalah bagaimana menciptakan proses yang mempunyai nilai lebih untuk konsumen.

e.       Syariah Marketing Scorecard
Prinsip 14: Create a Balanced Value to Your Stakeholders (Scorecard)
Prinsip dalam syariah marketing adalah menciptakan value bagi para stakeholders-nya. Kemampuan perusahaan untuk menciptakan value bagi para stakeholders-nya ini akan menentukan keangsungan hidup perusahaan.

f.       Syariah Marketing Enterprise
Prinsip 15: Create a Noble Cause (Inspiration)
Setiap perusahaan, layaknya manusia, harus memiliki impian (dream). Untuk mencapai kesuksesan, perusahaan harus mempunyai impian tentang tujuan yang ingin dicapai. Impian inilah yang akan dicapai perusahaan sepanjang perjalanan untuk mewujudkan tujuan.
Prinsip 16: Develop an Ethical Corporate Culture (Culture)
Budaya perusahaan yang berkembang dalam perusahaan berbasis syariah sudah pasti berbeda dengan perusahaan konvensional. Para karyawannya wajib menjaga hubungan antar-sesama, dari mulai tingkat paling atas (managerial) sampai tingkat paling bawah (staf).
Berikut ini ada beberapa hal penting yang selayaknya menjadi budaya dasar sebuah perusahaan berbasis syariah:
·         mengucapkan salam;
·         murah hati, bersikap ramah, dan melayani;
·         berbusana rapi;
·         lingkungan kerja yang bersih
Prinsip 17: Measurement Must be Clear and Transparent (Institution)
Prinsip terakhir adalah cara membangun perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Organisasi sebagai “kendaraan” dalam menunaikan visi dan misi yang telah ditetapkan harus memiliki struktur yang baik dan target yang jelas.


3.      Marketing Mix

Aplikasi Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Syariah Pada Perbankan
Diberlakukannya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008 lain semakin memperkuat basis Perbankan Syariah di Indonesia. Payung hukum ini juga bisa digunakan oleh Perbankan Syariah untuk menyejajarkan diri dengan Perbankan Konvensional di Indonesia.
Berdasarkan cetak biru (blue print) Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, diharapkan pada tahun 2009, peningkatan aset bisa mencapai 7%, dan pada tahun 2015 mendatang diharapkan akan mencapai angka 15% dari total aset perbankan nasional.
Dalam ilnu marketing kita mengenal konsep klasik Marketing Mix untuk melakukan penetrasi pasar, yaitu untuk menembus pasar diperlukan beberapa strategi terhadap masing-masing komponen yang terdiri atas product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), yang dalam perkembangannya telah mengalami penambahan menjadi people (orang), phisical evidence (bukti fisik), dan process (proses).
Menganalogikan strategi perbankan syariah berdasarkan konsep Marketing Mix adalah hal yang sangat menarik dan merupakan keniscayaan untuk mempercepat pengembangan perbankan syariah di tanah air ini. Berikut ini akan ditelaah satu per satu elemen Marketing Mix tersebut:
a.       Product (produk), sama halnya dengan perbankan konvensional, produk yang dihasilkan dalam perbankan syariah bukan berupa barang, melainkan berupa jasa.
Ciri khas jasa yang dihasilkan harus mengacu pada nilai-nilai syariah atau yang diperbolehkan dalam Al-Quran, tetapi agar bisa lebih menarik minat konsumen terhadap jasa perbankan yang dihasilkan, produk tersebut harus tetap melakukan strategi “diferensiasi” atau “diversifikasi” agar mereka mau beralih dan mulai menggunakan jasa perbankan syariah.
b.      Price (harga), merupakan satu-satunya elemen pendapatan dalam Marketing Mix. Menentukan harga jual produk berupa jasa yang ditawarkan dalam perbankan syariah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menarik minat nasabah.
Menerjemahkan pengertian harga dalam perbankan syariah bisa dianalogikan dengan melihat seberapa besar pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan manfaat dalam bentuk jasa yang setimpal atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh konsumen tersebut.
Ketika jasa yang dihasilkan oleh perbankan syariah mampu memberikan sebuah nilai tambah (keuntungan) lebih dari perbankan konvensional pada saat ini, artinya harga yang ditawarkan oleh perbankan syariah tersebut mampu bersaing, bahkan berhasil mengungguli perbankan konvensional.
c.       Place (tempat atau saluran distribusi) merupakan hal yang tidak kalah penting dengan unsur-unsur “P” sebagaimana disebutkan di atas. Melakukan penetrasi pasar perbankan syariah yang baik tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tempat atau saluran distribusi yang baik pula, untuk menjual jasa yang ditawarkan kepada konsumen.
Menyebarkan unit pelayanan perbankan syariah hingga ke pelosok daerah adalah sebuah keharusan jika ingin melakukan penetrasi pasar dengan baik. Memang, dibutuhkan modal yang tidak sedikit jika harus dilakukan secara serentak atau bersamaan. Paling tidak, dibutuihkan waktu dan dilakukan secara bertahap atau bisa juga dengan melakukan sistem keija sama (partnership) dengan unit-unit pelayanan sejenis agar jasa yang ditawarkan dengan berbasiskan syariah tersebut bisa sampai dan menyebar hingga ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia.
Jika pelayanan perbankan syariah bisa dilakukan di mana saja di seluruh Indonesia, bisa dipastikan peneti'asi pasar perbankan syariah akan lebih cepat berhasil.
d.      Promotion (promosi), merupakan salah satu faktor pendukung kesuksesan perbankan syariah. Jangan dulu kita mengajukan pertanyaan rnengenai apakah perbankan syariah itu kepada masyarakat di pedesaan? Ajukan lebih dahulu pertanyaan tersebut memiliki struktur yang/baik dan target yang jelas untuk setiap milestone dari sasaran yang telah ditentukan sebelumya kepada masyarakat perkotaan yang idealnya sudah tak begitu asing dengan istilah perbankan syariah.
Fakta yang ada saat ini adalah pada masyarakat perkotaan yang justru dianggap lebih tabu, malah tidak mengetahui dengan jelas apakah Perbankan Syariah itu?
Dalam marketing, efektivitas sebuah iklan sering digunakan untuk menanamkan brand image atau agar lebih dikenal keberadaannya. Ketika brand image sudah tertanam di benak masyarakat umum, menjual sebuah produk, baik dalam bentuk barang maupun jasa akan terasa menjadi jauh lebih mudah.
Kurangnya sosialisasi atau promosi yang dilakukan oleh perbankan syariah bisa menjadi salah satu penyebab lambannya perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada saat ini. Diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan kegiatan promosi atau sejenisnya.
Elemen-elemen tersebut merupakan konsep klasik Marketing Mix, yang dalam perkembangan juga sudah dimasukkan beberapa indikator tambahan terbaru, seperti berikut ini:
e.       People (orang), bisa kita interpretasikan sebagai sumber daya manusia ialah (SDM) dari perbankan syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan berhubungan dengan nasabah (customer), SDM ini pun sangat berkorelasi dengan tingkat kepuasan para pelanggan perbankan syariah.
SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah saat ini masih dirasakan kurang, baik dari segi jumlah maupun dari sisi pengetahuan yang memadai terhadap produk perbankan syariah yang ditawarkan kepada nasabah.
Menempatkan SDM di tempat yang sesuai dengan kapasitas-nya (the right man on the rfght place), memang memerlukan sebuah strategi manajemen SDM yang cukup baik karena jika strategi yang diimplementasikan keliru, akan berakibat fatal terhadap tingkat kepuasan pelanggan secara jangka panjang.
f.       Process (proses), saat ini merupakan salah satu unsur tambahan Marketing Mix yang cukup mendapat perhatian sering dalam perkembangan ilmu marketing. Dalam perbankan syariah, proses atau mekanisme, mulai dari melakukan penawaran produk hingga proses menangani keluhan pelanggan perbankan syariah yang efektif dan efisien, perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
Proses ini akan menjadi salah satu bagian yang sangat penting bagi perkembangan perbankan syariah agar dapat menghasilkan produk berupa jasa yang prosesnya bisa berjalan efektif dan efisien, selain ifu tentunya juga bisa diterima dengan baik oleh nasabah perbankan syariah.
g.      Physical evidence (bukti fisik), produk berupa pelayanan jasa perbankan syariah merupakan sesuatu yang bersifat in-tangible atau tidak dapat diukur secara pasti seperti halnya sebuah produk yang berbentuk barang. Jasa perbankan syariah lebih mengarah pada rasa atau semacam testimonial dari orang-orang yang pernah menggunakan jasa perbankan syariah.
Strategi Pemasaran Bank Syariah
Berbagai Strategi Pemasaran Bank Syariah untuk Menjaring Nasabah
Strategi pemasaran bank syariah menjadi menarik untuk disimak karena penerapan kesyariatan Islam dalam produk yang ditonjolkan kepada para nasabah. Oleh karena itu, semua bank syariah sudah tentu menjaring nasabah yang beragama Islam. Mereka akan menjadi sasaran untuk menggunakan berbagai produk perbankan dengan prinsip syariah.
Pihak bank syariah tentu saja harus menjamin kemurnian dan ketaatan dalam menjalankan prinsip syariah di bidang perbankan. Dengan begitu, para nasabah terutama yang benar-benar ingin menabung dan menyimpan dananya yang terbebas dari bunga bank yang diharamkan, dapat terwujudkan semua itu.
Sementara itu, bank syariah juga tidak menutup bagi para nasabah dari agama dan kepercayaan lain. Silakan untuk bergabung dan memanfaatkan berbagai produk perbankan dengan prinsip syariah. Nasabah non Islam pasti juga sudah mengetahui secara umum tentang prinsip syariah yang diterapkan. Dengan begitu, mereka akan mengetahui untung ruginya jika menyimpan dananya di bank syariah.
Beberapa strategi pemasaran bank syariah
Perlu Anda ketahui perkembangan perbankan nasional dengan prinsip syariah di Indonesia cukup mengesankan. Bahkan, semakin banyak berdiri bank dengan nama belakang syariah, meskipun pada awalnya bank tersebut menganut paham konvensional. Tidak ada masalah karena merupakan salah satu strategi perbankan untuk menjaring banyak konsumen. Bagitu juga untuk bank syariah, terdapat beberapa strategi pemasaran yang diterapkannya, antara lain sebagai berikut.
Pertama, penawaran berbagai produk perbankan syariah. Salah satu strategi yang dilakukan sama dengan bank konvensional, yaitu menawarkan berbagai produk perbankan, tetapi dengan prinsip syariah. Sebagai contoh, kredit perumahan rakyat dengan sistem bagi hasil, tabungan dengan berbagai nama dan jenis, kredit pembiayaan, dan lain sebagainya. Semua produk tersebut dipasarkan dengan prinsip syariah, yaitu tanpa bunga bank dan sebagai gantinya memakai sistem bagi hasil yang lebih aman dan menentamkan.
Kedua, jaminan keamanan. Semua nasabah pasti sangat menginginkan jaminan keamanan dalam penyimpanan dananya di sebuah bank. Begitu juga yang diterapkan oleh bank syariah yang sudah pasti menjamin keamanan semua dana yang disimpan oleh nasabah dalam berbagai produk perbankan syariah yang dipilih. Dengan begitu, nasabah akan lebih percaya akan bank syariah karena kenyamanan dan keamanan dalam menyimpan uang tidak kalah dengan bank konvensional.
Ketiga, nuansa Islami. Berbeda dengan bank konvensional, sebuah bank dengan prinsip syariah akan selalu berbalut dengan nuansa Islami. Hal itu dikarenakan sejak awal prinsip syariah dipilih, mau tidak mau harus menerapkan cara dan pelaksanaan yang lebih Islami dalam setiap aktivitas perbankan. Baik yang dilakukan oleh semua karyawan bank, serta prinsip perbankan yang dianut. Sebagai contoh, semua karyawati bank syariah diharuskan untuk memakai jilbab sebagai penutup kepala. Otomatis semua yang bekerja di bank syariah memang beragama Islam karena memang prinsip syariah hanya diajarkan dalam agama Islam. Hal seperti ini bisa menjadi daya tarik bagi nasabah untuk menyimpan dananya di bank syariah.
Bank syariah yang tidak ketinggalan zaman
Untuk bisa bersaing dengan bank-bank lain, terutama yang berprinsip konvensional, sebuah bank syariah juga harus menerapkan berbagai teknologi dalam menunjang seluruh produk perbankannya. Teknologi yang dimaksud, yaitu di dunia maya atau internet. Mungkin Anda sudah mengenal produk perbankan e-banking di bank konvensional. Sebuah fitur permbayaran saat transaksi jual beli dengan memanfaatkan teknologi internet. Jadi, nasabah yang menggunakan e-banking ini bisa bertransaksi secara non tunai hanya dengan fasilitas komputer, handphone, atau jenis gadget yang lain. Tentu saja harus terkoneksi internet terlebih dahulu. Dengan begitu, Anda sebagai nasabah dapat bertransaksi di mana pun dan kapan pun berada.
Produk atau fitur seperti itulah yang harus dicontoh oleh sebuah bank syariah. Oleh karena itu, hampir semua bank syariah sudah menerapkan e-banking agar dapat dimanfaatkan oleh para nasabahnya. Hal semacam itu bisa dijadikan sebagai daya tarik dan daya saing bagi bank syariah di tengah kompetisi perbankan nasional yang telah berlangsung saat ini. Dengan begitu, bank syariah dapat menjaring lebih banyak nasabah, sehingga prinsip perbankan syariah dapat disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat. Itulah sedikit tulisan dan informasi mengenai strategi pemasaran bank syariah.
Dalamkan memasarkan produk dana dan jasa di Bank Syariah harus melihat empat komponen,
sebagaimana dijelaskan oleh (Philip Kolter1994:156)
yaitu :
a.Produc,(Produk)kepada siapa produk akan ditawarkan.
b.Place,(Saluran distribusi) ditawarkan dimana tempat yang banyak membutuhkan produk tersebut.
c.Promotion(Promosi) bagaimana mempromosikan arang tersebut supaya diminati konsumen.
d.Price (Harga) menawarkan produk yang harganya dapat dijangkau oleh
konsumen.Menyadari tingkat persaingan yang semakin ketat dan kondisi ekonomi belum stabil, maka Bank Syariah berusaha secara terus menerus memperbaiki manajemenya yaitu dengan merubah strategi bisnisnya mengingat pentingnya pemasaran bagi Bank Syariah
Terdapat 7 unsur marketing mix yaitu 7p yaitu:
Produk, Price, Promotion, Place, Partisipant, Proses,dan Physical Evidence.
1)Product(produk)
Produk merupakan elemen penting dalam sebuah program pemasaran, Strategi pen
dapat mempengaruhi strategi pemasaran lainnya. Pembelian sebuah produk bukan hanyasekedar untuk memiliki produk tersebut tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.(www. Ekonom Manajemen.)Selain itu pruduk di defenisikan sebagai :Sesuatu yang dapat memenuhi dan keingginan pelanggan.artinya apapun wujudnya,selama
itu dapat memenuhi keinginan pelanggan dan kebutuhab kita dapat dikatakan sebagai produk (Kasmir,ManajemenPerbankan,PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2004,Hal:186)
2)Price(Harga)
Harga merupakan pengorbanan ekonomis yang dilakukan pelanggan untuk memperoleh produk atau jasa.Selain itu harga salah satu faktor penting konsumen dalam mengambil keputusan untuk
melakukan transaksi atau tidak (Engel, Blackwell dan Miniard, 1996).Harga dikatakan mahal, murah atau biasa-biasa saja dari setiap individutidaklah harus sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatar belakangi oleh lingkungankehidupan dan kondisi individu ( Schifman and Kanuk,2001).
3)Promotion(promosi)
Promosi adalah kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual kepada konsumen
atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku. Melaluiperiklanan suatu perusahaan mengarahkan komunikasi persuasif pada pembeli
sasaran danmasyarakat melalui media-media yang disebut dengan media massa seperti Koran, majalah, tabloid, radio, televisidan direct mail (Baker, 2000:7).Media promosi yang dapat digunakan pada bisnis ini antara lain :
a)Promosi penjualan,
b)Publisitas dan hubungan masyarakat, dan
c)Pemasaran langsung. Penentuan media promosi yang akan digunakan didasarkan pada jenis
dan bentuk produk itu sendiri.
1)Place(Saluran distribusi)Kotler (2000: 96) menyatakan bahwa “Saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan segala kegiatan (Fungsi) yang di gunakan untuk menyalurkan produk dan jasa yang satus pemiliknya dari produsen ke konsumen.Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa :saluran distribusi suatu barang adalah keseluruhan kegiatan atau fungsi untuk memindahkanproduk disertai dengan hak pemiliknya dari produsen ke konsumen akhiratau pemakaiindustri.Distribusi berkaitan dengan kemudahan memperoleh produk di pasar dan tersedia saat Konsumen mencarinya. Distribusi memperlihatkan berbagai kegiatan yang dilakukan Perusahaan untuk menjadikan produk atau jasa diperoleh dan tersedia bagi konsumen sasaran.
2)People(Partisipan)
Menurut Hendri Sumanto:2004Yang dimaksud partisipan disini adalah karyawan penyedia jasa layanan maupunpenjualan, atau orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalamproses layanan itu sendiri, diantaranya adalah teller,dan coustomurservice.
3)Process(Proses)
Proses adalah kegiatan yang menunjukkan bagaimana pelayanan diberikan kepada Konsumen selama melakukan pembelian barang. Pengelola klinik melalui front liner sering menawarkan berbagai macam bentuk pelayanan untuk tujuan menarik konsumen.
4)Fasilitas
Jasa konsultasi dokter gratis, pengiriman produk, credit card, card member dan fasilitas layanan yang berpengaruh pada image perusahaan.
4)Physicalevidence(Lingkungan fisik)
Lingkungan fisik adalah keadaan ataukondisi yang di dalamnya juga termasuk suasana klinik yang merupakan tempat beroperasinya jasa layanan perawatan dan kecantikan kulit.
5)Karakteristik lingkungan fisik
Merupakan segi paling nampak dalam kaitannya dengan situasi.Yang dimaksud dengan situasi
ini adalah situasi dan kondisi geografi dan lingkungan institusi,dekorasi, ruangan, suara, aroma,
cahaya, cuaca, pelatakan dan layoutyang nampak ataulingkungan yang penting sebagai obyek stimuli (Belk 1974dalam Assael 1992).Dari ketujuh elemen marketing mixtersebut yang merupakan kunci sukses bagi sebuahklinik diantaranya adalah kelengkapan produk layanan yang siap ditawarkan (one stop beauty service), lokasi yang strategis, keramahan dan efektivitas pelayanan, tempat parkir yang memadai, dan fasilitaslain pendukung kenyamanan konsumen
didalam perawatan sepertiruangan dari ruang tunggu sampai dengan ruang perawatan yang sejuk dan bertata cahaya yang tepat.Selain itu strategi diartikan sebagai Sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.artinya apa pun wujudnya selama itu dapat memenuhi keinginan pelanggan dan kebutuhan kita


Perbedaan Antara Bunga dan bagi hasil
Bank memiliki fungsi sebagai tempat penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam dunia perbankan di Indonesia kita mengenal dua jenis bank yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah. Bank selain memberikan keuntungan bagi nasabah juga pastinya memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri. Inilah yang akhirnya memunculkan sistem bagi keuntungan antara bank dan nasabah. Bank Konvensional dan Bank Syariah memiliki perbedaan dalam sistem bagi keutungan dengan nasabahnya. Jika pada Bank Konvensional menerapkan sistem bunga, pada Bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil.
Bunga
Bunga adalah balas jasa yang diberikan oleh pihak bank (konvensional) untuk nasabah yang memiliki simpanan dan harus dibayarkan nasabah yang memiliki pinjaman kepada bank. Bunga sering dikaitkan dengan istilah riba. Riba sendiri adalah pengambilan tambahan sebagai syarat yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman diluar biaya pokok. Jika ditelaah, sistem bunga yang ditawarkan oleh Bank Konvensional masuk dalam kategori riba.
Selain bunga, suku bunga merupakan hal lain yang juga biasanya diberlakukan oleh Bank Konvensional. Suku bunga adalah presentase besar uang yang dipinjam (pokok utang) yang dibayarakan sebagai balas jasa. Besarnya bunga ini dipengaruhi oleh antara lain persaingan, kebutuhan dana, kebijakan pemerintah, jangka waktu, target laba yang diharapkan, kualitas agunan, reputasi perusahaan, jenis produk serta hubungan baik bank dengan nasabah.
Beberapa istilah bunga yang biasa diterapkan antara lain:
1. Bunga flat yaitu bunga yang sistem pembayaran utang pokok dan bunga kredit jumlahnya akan sama setiap bulannya. Perhitungan ini berdasarkan presentase bunga dikalikan pokok pinjaman awal. Bungan flat biasanya digunakan untuk pinjaman jangka pendek dan kredit kendaraan.
2. Bunga efektif adalah besar bunga dihitung berdasarkan nilai pokok yang belum dibayar dan dilakukan setiap akhir periode angsuran. Nilai bunga yang dibayar akan semakin mengecil sehingga angsuran perbulan juga semakin menurun. Namun tidak berarti bunga efektif akan lebih rendah dari bunga flat Bunga efektif biasanya diberlakukan untuk kredit jangka panjang sehingga jumlahnya biasanya lebih besar dari bunga flat.
3. Bunga anuitas. Pada bunga ini porsi bunga dan pokok utang akan berubah setiap periodenya, namun angsurannya tetap sama. Pada awal perhitungan porsi bunga akan lebih besar sedangkan pokoknya kecil dan di akhir pembayaran bunga mengecil namun pokoknya besar.
4. Bunga mengambang yaitu sistem yang dimana besar bunga mengikuti suku bunga pasar. Jika suku bunga pasar naik, bunga juga ikut naik, begitu pula sebaliknya.
Bagi Hasil
Kemudian apa perbedaan bunga dengan sistem bagi hasil? Bagi hasil adalah alternatif pembagian keuntungan yang sistemnya berdasarkan dari penetapan akad di awal yang telah disepakati sebelumnya dan akan meningkat seiring dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Skema dari bagi hasil ini antara lain :
1. Profit sharing yaitu pembagian keuntungan berdasarkan keuntungan yang didapat dari suatu usaha. Keuntungan ini didapat dari laba bersih yang merupakan selisih antara pendapatan usaha yang dikurangi dengan biaya lain-lain.
2. Gross profit sharing adalah sistem yang dilakukan dengan membagikan laba kotor hasil dari pendapatan usaha dikurangi biaya produksi.
3. Revenue sharing yaitu dimana dalam dasar perhitungannya hanya menggunakan pendapatan usaha saja.
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
1. Penentuan Besaran
Perbedaan sistem pembagian keuntungan secara bunga dan bagi hasil yang paling mencolok terlihat pada penentuan besaran. Bunga, seperti pengertiannya ditentukan menggunakan bentuk presentase besaran kredit utang. Sedangkan bagi hasil dintentukan menggunakan rasio atau perbadingan terhadap keuntungan usaha yang dibiayai dari kredit tersebut.
2. Acuan Pembagian
Acuan yang dijadikan dasar penghitungan bunga dan bagi hasil juga berbeda. Acuan besarnya bunga dipengaruhi oleh seberapa besar pokok hutang atau kredit yang dikeluarkan. Sedangkan acuan bagi hasil yaitu menggunakan rasio seberapa besar keuntungan yang dibiayai oleh kredit tersebut.
3. Besarnya pendapatan dan jumlah pembayaran
Pada sistem bunga, pendapatan yang diperoleh bersifat statis yang dimana walaupun perusahaan merugi, utang tetap memiliki bunga yang tetap serta jumlah pembayarannya setiap periodenya juga tetap. Sedangkan dalam bagi hasil pendapatan yang diperoleh akan bersifat dinamis menyesuaikan dengan keadaan usaha. Jika usaha yang dilakukan mendapat keutungan besar maka bagi hasil pendapatnnya juga besar, begitu pula sebaliknya. Oleh karenannya bank dengan sistem bagi hasil cenderung hanya akan membiayai usaha dengan keuntungan yang diprediksi besar.
4. Eksistensi
Dalam hal ini biasanya perbedaan muncul penilaian didasari oleh suatu dasar. Penerapan bagi keuntungan dengan sistem menggunakan bunga sangat diragukan bahkan dikecam beberapa kalangan karena dirasa mengaplikasikan sistem riba. Sedangan untuk sistem bagi hasil tidak ada yang meragukan keabsahannya.
Kedua sistem bagi keuntungan ini memiliki dampak positif dan negatifnya masing-masing. Jika ditanya mana yang lebih baik, tentu jawabannya sudah muncul berdasarkan ulasan diatas. Namun pilihan sistem bagi keuntungan mana yang lebih baik tetap ada ditangan calon pengaju kredit didasari oleh jenis usaha yang akan dilakukan.
Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang
Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan.
Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang
Bedanya Pinjaman Uang dan Pembiayaan
Untuk memenuhi permintaan nasabah, kini produk kredit atau pinjaman semakin bervariasi. Tidak hanya pinjaman berupa uang, namun ada juga pinjaman berupa pembiayaan. Lalu apa bedanya antara pinjaman uang dan pembiayaan? Pada intinya, perbedaannya adalah dari bentuk pinjaman yang diperoleh. Pada pinjaman uang, yang dipinjamkan adalah berupa uang tunai dan Anda bebas memanfaatkannya untuk keperluan apapun. Sedangkan pada pembiayaan, Anda akan memperoleh produk atau barang. Melalui artikel ini, Finansialku akan menjabarkan apa bedanya pinjaman uang dan pembiayaan.

Pinjaman Uang
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit merupakan pemberian penggunaan uang atau barang dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya dengan jaminan atau tanpa jaminan, dengan pemberian jasa atau bunga atau tanpa bunga. Sesuai dengan asal mula kata kredit yaitu credere yang berarti kepercayaan, kredit bermakna kepercayaan dari kreditur atau penyedia pinjaman kepada debiturnya atau penerima pinjaman.
Fungsi atau tujuan diciptakannya kredit sebenarnya adalah untuk merangsang kegiatan saling tolong-menolong antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam rangka mendukung pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha atau kebutuhan sehari-hari. Kredit dapat disebut memenuhi fungsinya jika kredit memberi dampak positif bagi pihak kreditur dan debitur, serta bagi masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya, beberapa tujuan kredit adalah:
  1. Memberikan pinjaman bank dengan bunga kredit yang disepakati. 
  2. Memaksimalkan pemanfaatan dana yang diperoleh.
  3. Menambah modal kerja atau usaha.
  4. Meningkatkan lalu lintas pembayaran.
  5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan unsur-unsur yang terkandung dalam penyediaan fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
  1. Kepercayaan merupakan keyakinan penyedia kredit bahwa pinjaman akan dimanfaatkan dan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu. Unsur ini dapat dicapai dengan pengecekan kemampuan penerima pinjaman untuk melunasi pinjaman selama periode tertentu secara eksteren dan interen.
  2. Kredit baru dapat terjadi setelah adanya unsur kesepakatan antara dua belah pihak akan seluruh syarat dan ketentuan dalam pengadaan pinjaman.
  3. Jangka Waktu merupakan masa peminjaman yang telah disepakati dimana pada akhir periode, penerima pinjaman diharapkan mengembalikan pinjamannya biak dengan atau tanpa bunga.
  4. Unsur yang pasti ada dalam pengadaan kredit adalah unsur risiko dimana dalam jangka waktu yang ada, pasti ada risiko macetnya kredit. Risiko ini bisa saja merupakan risiko yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
  5. Balas Jasa (prestasi) merupakan keuntungan atas pemberian sebuah kredit yang biasanya berupa bunga atau bagi hasil.
Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sebuah tindakan yang didasari perjanjian dimana terjadi kegiatan jasa dan balas jasa (prestasi dan kontras prestasi) yang terpisah oleh unsur waktu. Istilah pembiayaan memiliki arti saya percaya atau menaruh kepercayaan. Pembiayaan memiliki beberapa tujuan atau fungsi utama, antara lain:
  1. Mencari keuntungan yang bertujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan yang disalurkan.
  2. Keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus terjamin sehingga tujuan profitability dapat tercapai tanpa hambatan yang berarti. 
  3. Membantu usaha nasabah melalui penyediaan dalam bentuk pembiayaan. 
  4. Membantu pemerintah melalui pengembangan pembiayaan yang disalurkan bank untuk memperbanyak peningkatan pembangunan dalam berbagai sektor.
Pembiayaan diberikan atas dasar kepercayaan dimana prestasi yang diberikan diyakini dapat diberikan dan dikembalikan sesuai dengan jangka waktu dan ketentuan yang telah disepakati bersama.
Berdasarkan dasar tersebut, beberapa unsur yang terkandung dalam pembiayaan adalah:
  1. Ada dua pihak. Dalam pembiayaan selalu terdapat dua belah pihak yakni pemberi dan penerima pembiayaan.
  2. Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi pinjaman bahwa penerima pinjaman dapat mengembalikan pinjamannya pada jangka waktu yang telah disepakati dengan segala syarat dan ketentuannya.
  3. Unsur yang menjamin adanya persetujuan antara kedua belah pihak dalam seluruh ketentuan pembiayaan.
  4. Jangka Waktu. Masa pengembalian pinjaman yang telah didiskusikan dan disepakati kedua belah pihak.
  5. Suatu unsur yang lagi-lagi menjadi unsur penting dalam pembiayaan, yakni adanya kemungkinan risiko yang muncul selama jangka waktu pembiayaan.
  6. Balas Jasa (prestasi). Keuntungan dari sebuah pembiayaan yang biasa dikenal dengan bagi hasil atau margin.
Berbeda dengan pinjaman uang, penyedia pembiayaan biasanya berupa perusahaan multifinance atau leasing.
Mana yang Sesuai Bagi Anda? Pinjaman Uang atau Pembiayaan?
Berdasarkan penjelasan di atas, Anda tentunya sudah mendapat gambaran singkat mengenai perbedaan dasar antara pinjaman uang dan pembiayaan. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, manakah di antara keduanya yang sebaiknya Anda pilih? Sebelum Anda mengambil keputusan, ada baiknya Anda membandingkan keduanya terlebih dahulu agar dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai kebutuhan Anda.
Untuk mengetahuinya dengan jelas, mari kita rangkum persamaan dan perbedaan keduanya secara singkat:
No
Karakteristik
Pinjaman Uang
Pembiayaan
1
Penyedia pada umumnya
Bank
Perusahaan multifinance atau leasing
2
Bentuk pinjaman
Uang tunai
Produk atau barang
3
Sistem profit
Bunga
Bagi hasil atau margin
4
Unsur
  • Kepercayaan
  • Kesepakatan
  • Jarak Waktu
  • Risiko
  • Balas jasa (prestasi)
  • Dua pihak
  • Kepercayaan
  • Kesepakatan
  • Jarak Waktu
  • Risiko
  • Balas jasa (prestasi)
Dari perbedaan di atas, diketahui perbedaan dasar keduanya adalah bentuk pinjaman yang diberikan. Pada pinjaman uang yang diberikan adalah uang tunai dan penerima pinjaman memiliki kebebasan untuk memanfaatkan pinjaman tersebut bagi kebutuhan apapun sedangkan pembiayaan memberikan pinjaman berupa barang atau produk. Sebagai contoh, pada pembiayaan mobil penerima pinjaman akan memperoleh mobil dan bukannya uang yang dapat dibelikan mobil, demikian halnya dengan pembiayaan rumah dan sebagainya.
Masyarakat jahiliyah menyamakan antara riba dengan jual beli. mereka menganggap, tambahan yang mereka dapatkan dari hasil jual beli, tidak berbeda dengan tambahan yang mereka dapatkan dari hasil transaksi riba.
Allah sebutkan dalam firman-Nya,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
“Hal itu karena mereka mengatakan, jual beli itu seperti riba.” (QS. al-Baqarah: 275).
Dalam jual beli, terjadi penundaan. Dengan modalnya, pedagang membeli barang, untuk selanjutnya dijual. Di sana ada penundaan, karena uangnya diputar. Dari usaha ini, dia mendapatkan keuntungan.
Demikian pula dalam transaksi riba. Pemilik modal memberikan utang kepada orang yang membutuhkan utang. Uangnya dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemegang utang, dan baru dikembalikan setelah jatuh tempo. Karena penundaan ini, dia berhak mendapat keutungan (riba).
Tentu saja, ini pernyataan yang tidak bisa dibenarkan. Karena hakekat dari pernyataan ini didasari ambisi dan ketamakan mereka untuk meraup dunia. Mereka melakukan upaya pembelaan itu dengan membuat pernyataan ngawur, ‘jual beli itu seperti riba’. mereka membela riba seperti gila. Karena itulah, ketika di hari kiamat, Allah bangkitkan mereka seperti orang gila yang kerasukan setan.
Allah berfirman di ayat sebelumnya,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang makan riba tidak dibangkitkan melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. al-Baqarah: 275)
Karena dulu ketika di dunia mereka membela riba seperti gila, di hari kiamat mereka dibangkitkan dalam kondisi seperti gila juga. Allah menetapkan kaidah, balasan sejenis dengan amal,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
Balasan dari amal buruk adalah keburukan yang semisal. (QS. as-Syura: 40)
Perbedaan  Jual Beli dengan Riba
Dan jika kita perhatikan, ada banyak hal yang menjadi titik perbedaan antara jual beli dengan riba. Kita akan sebutkan beberapa perbedaan dengan asumsi telah memiliki modal dan dalam kondisi normal,
[1] Orang yang melakukan transaksi jual beli, dia melakukan kerja fisik yang riil.  Mulai dari mencari barang, memindahkan barang, menyimpan barang, menawarkan kepada konsumen, menjualnya, dan mengantarkan ke konsumen. Baik dikerjakan sendiri, maupun mempekerjakan orang lain.
Berbeda dengan riba, semua orang butuh uang. Sehingga ketika ada orang yang membutuhkan utang, semacam ini tidak perlu ditawarkan. Mereka akan datang dengan sendirinya. Jika semua dilakukan dengan tertib, hampir tidak ada usaha riil di sana.
[2] Orang yang melakukan jual beli, mereka menanggung semua potensi resiko kerugian dalam setiap tahapan usahanya. Dari mencari barang, hingga jaminan selama di konsumen, seperti garansi. Di sana ada keseimbangan, sebagaimana dia mendapat peluang untung, juga menanggung resiko rugi.
Berbeda dengan riba, hampir tidak ada resiko di sana. Jika semua dilakukan dengan tertib, dia selalu di posisi aman, bisa mendapat keuntungan, tanpa menanggung resiko kerugian.
[3] Jual beli berbasis pada penyediaan barang atau jasa. Sehingga ada manfaat riil yang diputar di masyarakat. sehingga keuntungan yang didapatkan penjual, sebanding dengan nilai manfaat riil yang diterima konsumen.
Sementara riba berbasis pada permainan uang. Tidak ada barang atau jasa yang ditransaksikan. Uang ditransaksikan dengan uang, menghasilkan uang.
Al-Alusi mengatakan dalam tafsirnya,
الفرق بينهما أن أحد الألفين في الثاني ضائع حتما وفي الأول منجبر بمسيس الحاجة إلى السلعة أو بتوقع رواجهم
Perbedaan keduanya, nilai riba di transaksi pertama (utang) hilang sama sekali. Sementara untuk keuntungan yang pertama (jual beli), menggantikan pemenuhan kebutuhan terhadap barang atau terpenuhi kebutuhan primer mereka. (Ruhul Ma’ani, Tafsir al-Alusi, 2/375)
[4] Jual beli membangun kegiatan perekonomian di masyarakat. karena mereka berlomba untuk menghasilkan manfaat riil, barang atau jasa. Jika barang dan jasa semakin melimpah, kebutuhan masyarakat akan lebih mudah terpenuhi.
Sementara riba mengajarkan masyarakat untuk menjadi pemalas, karena uang yang bekerja. Dia bisa diam, karena merasa sudah berpenghasilan. Ketika ketersediaan uang lebih banyak dibandingkan barang dan jasa, lebih mudah terjadi inflasi. (Simak Tafsir ar-Razi, 7/97)
Bedakan antara tiga transaksi berikut, barulah kita bisa paham manakah riba, yaitu investasi, wadiah, dan utang piutang.
  1. Investasi  artinya: uang boleh dipakai, tetapi uang tidak boleh dijamin.Jika bisnis untung, maka bagi hasil. Namun jika bisnis rugi, harus dipikul bersama.Tidak boleh minta modalnya tetap dijamin harus kembali. Tetapi karena aturan, modal investasi k– ita di bank, dijamin untuk tetep kembali, bahkan pemerintah ikut menjamin hal tersebut.
  1. Wadiah (simpanan) artinya: uang akan dijaga, tetapi uang tidak boleh dipakai.
  1. Utang piutang artinya: harus dijamin dan boleh dipakai, namun dikembalikan utuh.

Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional

1. Perbedaan Falsafah Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.
3. Kewajiban Mengelola Zakat Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
4. Struktur Organisasi Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitungan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :Bottom of Form
4.      Pembiayaan Al-Musyarakah

Pengertian Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara clua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.


Landasan Syariah
a.      Al-Qur'an

}* وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدُُ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدُُ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَآأَوْدَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُم إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدُُ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدُُ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآأَوْدَيْنٍ وَإِن كَانَ رَجُلُُيُورَثُ كَلاَلَةً أَوِ امْرَأَةُُ وَلَهُ أَخٌ أَوْأُخْتُُ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُوا أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِي الثُّلُثْ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَآأَوْدَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمُُ {12}
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (QS. 4:12)


... maka mereka berserikat pada sepertiga.... (an-Nisaa': 12)

Musyarakah
Pak Usman adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah Rp 100.000.000,00. Ter-nyata, setelah dihitung, Pak Usman hanya memiliki Rp 50.000.000,00 atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke sebuah bank syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah Rp l00.000.000,00 dipenuhi 50% dari nasabah dan 50% dari bank. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp 20.000.000,00 dan nisbah atau porsi bagi hasil yang disepakati adalah 50:50 (50% untuk nasabah dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman harus mengembalikan dana sebesar Rp 50.000.000,00 (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp l0.000.000,00 (50% dari keuntungan untuk bank).

Musyarakah Mutanaqishah
Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%.
Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah, misalnya, Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi Rp70.000.000,00 dan nasabah Rp30.000.000,00. Karena kedua pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 70% saham rumah, sedangkan nasabah memiliki 30% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalm hal ini adalah nasabah.
Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per bulan, pada realisasinya Rp700.000,00 akan menjadi milik bank dan rp300.000,00 merupakan bagian nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin meiliki rumah itu, uang sejumlah Rp300.000,00 itu dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan bank tidak lagi memiliki atas saham tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsian yang mengecil atau musyarakah muntanaqishah.

Contoh Pembiayaan Al Musyarakah Muntanaqishah
Seorang Nasabah mengajukan pembiayaan  untuk modal usaha sebesar Rp 100.000.000,- ke Bank Islam.Dana itu digunakan untuk membeli alat bedah di rumah sakit atau usaha tertentu Masa pengembalian  selama 10 bulan. Bagi hasil  yang disepakati kedua belah pihak adalah 40 % untuk bank (shahibul mal) dan 60 % untuk nasabah (mudharib).Bagaimana cara perhitungannya jika cicilan 10 bulan ?




Bln
Hasil
Bagaian Bank 40%
Bagian Nasabah 60 %
Smpanan bulanan ke Bank
Totala Setoran
1
6.000.000
2.400.000
3.600.000
 10 juta
12.400.000
2
7.000.000
2.800.000
4.200.000
10 juta
12.800.000
3
4.000.000
1.600.000
2.400.000
10 juta
11.600.000
4
4.500.000
1.800.000
2.700.000
10 juta
11.800.000
5
5.000.000
2.000.000
3.000.000
10 juta
12.000.000
6
5.500.000
2.200.000
3.300.000
10 juta
12.200.000
7
6.000.000
2.400.000
3.600.000
10 juta
12.400.000
8
5.400.000
2.160.000
3.240.000
10 juta
12.160.000
9
9.000.000
3.600.000
5.400.000
10 juta
13.600.000
10
5.700.000
2.280.000
3.420.000
10 juta
12.280.000

Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
Produk pembiayaan yang didasarkan prinsip bagi hasil diantaranya adalah :
a. Pembiayaan Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musyarakah (Syirkah atau Syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Jenis-Jenis Al-Musyarakah:
a. Musyarakah pemilikan. Tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Musyarakah akad, tercipta dengan adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah akad dibagi menjadi:
– Syirkah al-’Inan
– Syirkah Muwafadhah
– Syirkah A’maal
– Syirkah Wujuh
– Syirkah al-Mudharabah
Ketentuan umum :
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek Musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti :
• Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
• Menjalankan proyek Musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
• Memberi pinjaman kepada pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat dianggap mengakhiri kerjasama apabila; Menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia aau menjadi tidak cakap hukum
Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Skema al-Musyarakah
5.      Pembiayaan Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)

Pengertian al-Mudharakah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Landasan Syariah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencermin-kan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.

 Al-Quran



“... dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...”(al-Muzzammil: 20)

Yang menjadi wajhud-dilalah (    ) atau argumen dari surah al-Muzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.


“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...” (al-Jumu'ah: 10)

Jenis-Jenis al-Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi clua jenis: mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.

b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mu­dharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

Aplikasi dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
a.       tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; deposito biasa;
b.      deposito spesial {special investment), di mana dana yang dilitipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a.       pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b.      investasi khusus, disebutjuga mudharabah muqayyadah dana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Manfaat al-Mudharabah
1)      Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
2)      Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3)      Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4)      Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5)      Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda de­ngan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiaya­an (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang di-hasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Contoh Mudharabah
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, di mana bank bertindak selaku shahibul maal dan nasabah seiaku mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah. dari proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari modal Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000.00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp2.000.000,00 perbulannya dibagi antara bank dengan nasabah, dengan kesepakatan di muka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak dimana pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
Rukun Mudharabah:
a. Ada shahibul maal (modal/nasabah)
b. Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c. Adanya amal (usaha/pekerjaan)
d. Adanya hasil (bagi hasil/keuntungan) dana.
e. Adanya aqad (ijab-qabul)
Syarat-syarat mudharabah:
a. Modal/barang yang diserahkan ini berbentuk uang tunai
b. Modal harus diketahui dengan jelas
c. Keuntungannya harus jelas persentasenya
d. Melafazkan ijab dari pemilik modal
Jenis-jenis Mudharabah:
a. Mudharabah Muthlaqah yakni kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah yakni kerja sama antara shahibul maal dan mudharib dimana terdapat pembatasan atas jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Ketentuan umum :
• Jumlah modal yang diserahkan kepada Mudharib harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam jumlah satuan uang.
• Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara :
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
• Hasil usaha dibagi dalam prosentase yang disetujui dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
Skema Al-Mudharabah
B. Kombinasi Produk Pembiayaan
Kombinasi produk pembiayaan dilakukan sebagai proses kreativitas dari Bank Syariah dalam mengembangkan produk perbankan Syariah :
• Hawalah Wal IMBT adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mentake over pembiayaan dari bank lain dengan syarat :
Penggunaan Hawalah jika untuk menutupi pokoknya saja dari Bank lain, sedangkan IMBT dilakukan dimana nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan diambil manfaatnya atau kegunaannya dan mengindari bai al innah
• Qard Wal IMBT adalah akad kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mentake over pembiayaan dari bank lain dengan syarat. Penggunaan Qard apabila menutup bunga dan pokoknya dari Bank lain, namun harus diingat bank tidak boleh mengambil keuntungan dari aqad ini hanya boleh mendapatkan biaya administrasi (Fee Ujrah), sedangkan IMBT dilakukan dimana nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan diambil manfaatnya atau kegunaannya dan menghindari bai al innah
• Wakalah bil Ujrah adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C, dimana nasabah memiliki dana yang cukup
Wakalah bil Ujrah dan Qard kombinasi tiga akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya
• Wakalah bil Ujrah dan Musyarakah kombinasi tiga akad yang yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya dan berlaku pembiayaan eksport
• Wakalah bil Ujrah dan Murabahah kombinasi tiga akad yang dilakukan untuk memberikan fasilitas pembiayaan L/C bila nasabah tidak mencukupi dananya dan berlaku pembiayaan eksport
• Mudharabah Wal Murabahah adalah kombinasi dua aqad yang dilakukan dimana peristiwa mudharabah diberikan untuk suatu institusi dan institusi tersbut meneruskannya ke anggota.Contoh Koperasi yang mendapatkan pembiayaan dari Bank Zulfikar Syariah dan meneruskannya ke anggota koperasi
• Qard wal Ijarah adalah kombinasi dua aqad yang dilakukan untuk menalangi suatu pendanaan dan memberikan fasilitas sewa atas penggunaan dari manfaat tersbit
Contoh dana talangan haji untuk memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH
C. Pengembangan Produk Perbankan Syariah
Pengembangan produk perbankan syariah dipengaruhi oleh:
a) Pendekatan yang dilakukan oleh BI agar pengembangan produk berada dalam koridor kesesuaian dengan prinsip kehati-hatian yang dapat mendukung kesinambungan dan kestabilan industri perbankan syriah.
b) Pendekatan yang dilakukan oleh DSN agar pengembangan produk berada dalam koridor kesesuaian dengan prinsip syariah.
c) Pendekatan yang dilakukan pelaku perbankan syariah agar pengembangan produk berada dalam koridor kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat.
D. Tantangan Pembiayaan Syariah
Pengembangan pembiayaan syariah masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan. Namun hal ini cukup dapat dimaklumi karena memang keberadaan lembaga pembiayaan syariah masih relatif baru. Beberapa tantangan tersebut adalah:
a) Secara teoritis konsep pembiayaan syariah masih lemah dalam teknis implementasinya
b) Masih relatif kecil pangsa dan volume aset
c) Terbatasnya Sumber Daya Insani yang faham ekonomi syariah
d) Paradigma Bank Konvensional masih kuat
e) Kurangnya proses sosialisasi ke masyarakat dan pejabat publik
f) Terbatasnya jumlah lembaga pembiayaan, terutama di wilayah pedesaan
E. DAFTAR PRODUK PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
NAMA PRODUK SKEMA KEUANGAN
Pembiayaan Multi jasa iB (KTA iB) untuk pendidikan, pernikahan dan Kesehatan Sewa
Pembiayaan pemilikkan rumah iB (KPR iB) Fleksibel: Jual beli dengan margin, jual beli dengan pesanan, sewa beli (leasing)
Pembiayaan pemilikan mobil iB (KPM iB) Fleksibel: Jual beli dengan Margin, Sewa Beli (leasing), sewa
Kartu kredit iB Penjaminan, pinjaman uang, sewa dan perwakilan
Pembiayaan dana berputar iB Kemitraan
Pembiayaan menengah dan korporasi iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan mikro dan kecil iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan rekening koran iB Kemitraan
Pembiayaan sindikasi iB Kemitraan
Pembiayaan modal kerja iB Fleksibel: Kemitraan/penyertaan modal
Pembiayaan sewa equipment iB Sewa beli (leasing)
Pembiayaan ke sektor pertanian iB Jual beli dengan pesanan secara paralel
Pembiayaan dana talangan iB Pinjaman uang
Produk Pembiayaan dan Jasa Perbankan Syariah
No. Produk Prinsip Syariah
1 Pinjaman kebajikan dan lunak usaha mikro Al qardhul al hasan
2 Pembiayaan modal kerja Mudharabah, musyarakah
3 Pembiayaan Proyek Mudharabah, musyarakan
4 Pengadaan barang investasi (jual beli barang) Murabahah
5 Produksi agribisnis/sejenis Salam, salam paralel
6 Manufaktur, konstruksi Istishna’, istishna’ paralel
7 Penyertaan Musyarakah
8 Letter of Credit Ekspor (Pembiayaan Ekspor) Mudharabah, musyarakah, murabahah
9 Letter of Credit Impor (Pembiayaan Impor) Mudharabah, murabahah, salam, istishna’
10 Surat berharga (obligasi) Mudharabah, ijarah
11 Sewa Beli Ijarah muntahhiyah bittamlik
12 Sewa dengan opsi pemindahan hak Ijarah muntahhiyah bittamlik
13 Anjak Piutang Hiwalah
14 Transfer, inkaso, kliring Wakalah
15 Dana talangan Qardh
16 Safe deposit Wadiah, ijarah
17 Penukaran valas (bank note) Sharf
18 Gadai (jaminan) Rahn
19 Pay roll Wakalah
20 Bank garansi Kafalah
21 Letter of credit ekspor Wakalah
22 Letter of Credit impor Wakalah
Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan mudharabah meliputi perdagangan, industri, modal kerja atau investasi.
Banyak jenis usaha yang dapat dibiayai dengan musyarakah, antara lain perdagangan, industri, usaha atas dasar kontrak dan lain-lain. Beberapa kegiatan usaha dalam bentuk kerja sama, yang mirip dengan pembiayaan musyarakah adalah PT, CV dan koperasi.
Bai’ al-Murabahah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha (modal kerja dan investasi seperti pengadaan barang modal: mesin, peralatan dan lain-lain) dan kebutuhan perorangan.
  1. Prinsip Sewa (Ijarah)Ijarah adl kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yg disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kpd nasabah dgn biaya yg telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
  2. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)Dalam prinsip bagi hasil terdapat 2 macam produk, yaitu:
    1. Musyarakah Adalah salah satu produk bank syariah yg mana terdapat 2 pihak atau lbh yg bekerjasama utk meningkatkan aset yg dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yg mereka miliki baik yg berwujud maupun yg tdk berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yg bekerjasama memberikan kontribusi yg dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adl pemilik modal berhak dalam menetukan kebijakan usaha yg dijalankan pelaksana proyek.
    2. Mudharabah Mudharabah adl kerjasama 2 orang atau lbh dimana pemilik modal memberikan memepercayakan sejumlah modal kpd pengelola dgn perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yg mendasar antara musyarakah dgn mudharabah adl kontribusi atas manajemen & keuangan pd musyarakah diberikan & dimiliki 2 orang atau lebih, sedangkan pd mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
Produk Penghimpun Dana
Produk penghimpunan dana pd bank syariah meliputi giro, tabungan, & deposito. Prinsip yg diterapkan dalam bank syariah adalah:
  1.  
    1. Prinsip WadiahPenerapan prinsip wadiah yg dilakukan adl wadiah yad dhamanah yg diterapkan pd rekaning produk giro. Berbeda dgn wadiah amanah, dimana pihak yg dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pd wadiah amanah harta titipan tdk boleh dimanfaatkan oleh yg dititipi.
    2. Prisip MudharabahDalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sbg pemilik modal sedangkan bank bertindak sbg pengelola. Dana yg tersimpan kemudian oleh bank digunakan utk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya utk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yg mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yg diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip mudharabah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
      1. Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dpt berupa tabungan & deposito, sehingga ada 2 jenis yaitu tabungan mudharabah & deposito mudharabah. Tidak ada pemabatasan bagi bank utk menggunakan dana yg telah terhimpun.
      2. Mudharabah muqayyadah on balance sheet: jenis ini adl simpanan khusus & pemilik dpt menetapkan syarat-syarat khusus yg harus dipatuhi oleh bank, sbg contoh disyaratkan utk bisnis tertentu, atau utk akad tertentu.
      3. Mudharabah muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung kpd pelaksana usaha & bank sbg perantara pemilik dana dgn pelaksana usaha. Pelaksana usaha juga dpt mengajukan syarat-syarat tertentu yg harus dipatuhi bank utk menentukan jenis usaha & pelaksana usahanya.
Produk Jasa Perbankan
Selain dpt melakukan kegiatan menghimpun & menyalurkan dana, bank juga dpt memberikan jasa kpd nasabah dgn mendapatan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
  1.  
    1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)Adalah jual beli mata uang yg tdk sejenis namun harus dilakukan pd waktu yg sama (spot). Bank mengambil keuntungan utk jasa jual beli tersebut.
    2. Ijarah (Sewa)Kegiatan ijarah ini adl menyewakan simpanan (safe deposit box) & jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan imbalan sewa dari jasa tersebut.


6.      Bai' Al-Murabahah (Deferred Payment Sale)
Pendahuluan
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan jika tidak puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai' al-murabahah, ba’i as-salam, dan ba’i al-istishna’.

Pengertian Bai’ al-Murabahah
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai' al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkal keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komuter dari grosir dengan harga Rpl0.000.000,00, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp750.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rpl0.750.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan me-mesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.
Bai' al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi'i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamirbisy-syira.

Landasan Syariah
a.      Al-Qur'an


“... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....” (al-Baqarah: 275)

b.      Al-Hadits
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampurgandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual." (HR Ibnu Majah)

Syarat Bai' al-Murabahah
a.       Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b.      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan.
c.       Kontrak harus bebas dari riba.
d.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e.       Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pem­belian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Secara prinsip jika syarat (a), (d) atau (e) telah dipenuhipembeli memiliki pilihan:
a.       melanjutkan pembelian seperti apa adanya,
b.      kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
c.       membatalkan kontrak.

Contoh pembiayaan Al-Murabahah
Misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin mendapat keuntungan Rp800.000;00 selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp4.800.000,00. Nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp200.000,00 per bulan.
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat, bank syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:
1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syari’ah yaitu :
a. Bai’ Al-Murabahah
Murabahah (al-ba’i bitsaman ajil) lebih dikenal sebagai Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan). Ba’i al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Dalam perbankan, Murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh/cicil. Bai’ al-Murabahah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha (modal kerja dan investasi seperti pengadaan barang modal: mesin, peralatan dan lain-lain) dan kebutuhan perorangan
Syarat Bai’ al-Murabahah
a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya
b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual
c. Membatalkan kontrak
Skema Bai’ Al-Murabahah
1. Negosiasi dan Persyaratan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
5. Terima
3. Beli Barang 4. Kirim Barang &
Dokumen
7.      Pengertian Bai' As-Salam
Dalam pengertian yang sederhana, bai'as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.”

Landasan Syariah
Landasan syariah transaksi bai' as-salam terdapat dalam Al-Qur an dan al-hadits.

a.      Al-Qur'an



“Hal orang-orangyang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...." (al-Baqarah: 282)

Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai' as-salam, Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut di atas.

b.      Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. datang ke Madinah di mana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata,


“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas puia, untuk jangka waktu yang diketahui.”

Contoh Pembiayaan Bai’ as-Salam

Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia datang ke bank dan mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani, di mana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka waktu empatbulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo, petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak membutuhkan gabah untuk “keperluannya sendiri”, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rpl.200,00 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam hal ini adalah Rp400.000,00 atau (Rp200,00 x 2000 kg).
Bai’ As-Salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.
Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan jangka waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Rukun Bai’ As-Salam:
a. Muslam (Pembeli)
b. Muslam ilai (penjual)
c. Modal atau uang
d. Muslam fiih (barang)
e. Sighat atau ucapan
Syarat Bai’ as-Salam:
a. Berkaitan dengan modal transaksi bai’ as-salam, maka modal transaksinya harus diketahui dan berbentuk uang tunai serta pembayaran salam harus dilakukan di tempat kontrak.
b. Berkaitan dengan barang, maka barang
– Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
– Harus bisa di identifikasi secara jelas
– Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang dilakukan dikemudian hari, namun mazhab Syafi’i membolehkan penyerahan barang segera.
– Dibolehkan menentukan tanggal waktu dimasa datang untuk penyerahan barangnya.
– Tempat penyerahan barang harus disepakati pihak-pihak yang berakad.
– Tidak dibolehkan mengganti barang dengan barang lain yang berbeda. Tetapi jika barang tersebut diganti dengan barang lain yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, hal tersebut dibolehkan.
Skema Bai’ As-Salam
Skema Bai’ As-Salam Paralel
Ketentuan umum Salam :
– Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton cabe merah keriting dengan harga Rp. 10.000-/kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
– Apabila hasil produksi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab, dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
– Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua). Mekanisme seperti ini disebut dengan salam paralel.


8.      BAI'AL-ISTISHNA' (PURCHASE BY ORDER OR MANUFACTURE)

Pengertian Bai' al-lstishna'
Transaksi bai' al-istishna'merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau di-tangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Menurut jumhur fuqaha, bai' al-istishna' merupakan suatu jenis khusus dari akad bai'as-salam. Biasanya, jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai' al-istishna' mengikuti ketentuan dan aturan akad bai’ al-ishtishna’.
Dalam literatur fiqih klasik, masalah istishna' mulai mencuat setelah men­jadi bahan bahasan mazhab Hanafi seperti yang dikemukakan dalam Majallat al-Ahkam al-Adliya. Akademi Fiqih Island pun menjadikan masalah ini sebagai salah satu bahasan khusus. Karena itu, kajian akad bai'al-istishna'mi didasarkan pada ketentuan yang dikembangkan oleh fiqih Hanafi, dan perkembangan fiqih selanjutnya dilakukan fuqaha kontemporer.

Contoh pembiayaan Bai' al-lstishna'
Seseorang yang ingin membangun atau merenovasi rumah dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu dengan cara bai' al-istishna'. Dalam akad bai' al-istishna', bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan/renovasi rumah. Bank lalu membeli/memberikan dana, misal­nya Rp30.000.000,00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum Islam rumah/atau hasil renovasi rumah itu masih menjadi milik bank dan sampai tahap ini akad istishna' sebenarnya telah selesai. Karena bank tidak ingin memiliki rumah tersebut, bank menjualnya kepada nasabah dengan harga dan waktu yang disepakati, misalnya Rp39.000.000,00 dengan jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank men dapat keuntungan Rp9.000.000,00.


Dasar Hukum Istishna’
Dasar Hukum transaksibai’ as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
a. Al-Qur’an
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang tidak di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya….”(al-Baqarah:282)
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut tentang transaksi bai’ as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang di jamin untuk jangka waktu tertentu telah di halalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan di izinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut diatas.
b. Al-hadits
ﻣﻥ ﺍﺳﻟﻑ ﻓﻲ ﺷﻲ ﻓﻓﻲ ﻛﯿﻝ ﻣﻌﻟﻭ ﻡ ﻭ ﻭ ﺯ ﻦ ﻣﻌﻟﻭ ﻡ ﺍ ﻟﻰ ﺍ ﺟﻞ ﻣﻌﻟﻭ ﻡ
“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang di ketahui”
Dari Suhaib r.a bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual.”(HR Ibnu Majah)
Mengingat Bai’ Al-Istishna merupakan lanjutan dari Bai’ as-salam maka secara umum dasar hukum yang berlaku pada Bai’ as-salam juga berlaku pada Bai’ al-Istishna’.Sungguhpun demikian para ulama membahas lebih lanjut “keabsahan” Bai’ al-Istishna’ dengan penjelasan berikut.
Menurut Mazhab Hanafi, bai’ al-istishna’termasuk akad yang di larang karena bertentangan dengan semangat bai’secara qiyas. Mereka mendasarkan kepada argumentasi bahwa pokok kontrak penjual harus ada dan dimiliki oleh penjual, Sedangkan dalam Istishna’, pokok kontrak itu belum ada atau tidak di miliki penjual. Meskipun demikian, Mazhab Hanafi Menyetujui kontrak Istishna’ atas dasar Istihsan karena alasan-alasan berikut ini.
1. Masyarakat telah mempraktekkan bai’ al-Istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai’ al-istishna sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum.
2. Di dalam Syariah di mungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma’ ulama,
3. keberadaan bai’ al-istishna’ di dasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung untuk melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.
4. Bai’ al-istishna’ sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah.
Sebagian Fuqaha kontemporer berpendapat bahwa bai’ al-istishna’ adalah sah atas dasar qiyas dan aturan umum syariah karena itu memang jual beli biasa dan si penjual akan mampu mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan. Demikian juga terjadinya kemungkinan perselisihan atas jenis dan kualitas suatu barang dapat di minimalkan dengan pencantuman spesifikasi dan ukuran-ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.
3. Rukun dan Syarat Istishna
Pelaksanaan bai’ al-istishna’ harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini.
  1. muslam atau pembeli
  2. muslam ilaih atau penjual
  3. modal atau uang
  4. muslam fiihi
  5. sighat atau ucapan
4. Syarat Bai’ al-istishna’
Di samping segenap rukun harus terpenuhi, bai’ al-istishna’ juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Di bawah ini akan di uraikan di antara dua rukun terpenting, yaitu modal dan barang.
a. Modal Transaksi Bai al-istishna’
  1. Modal Harus di ketahui.
  2. Penerimaan pembayaran salam.
b. Al-muslam fiihi (Barang)
  1. Harus spesifik dan dapat di akui sebagai utang
  2. Harus bisa di identifikasi secara jelas
  3. Penyerahan barang di lakukan di kemudian hari
  4. Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda pada suatu waktu kemudian, tetapi mazhab syafi’i membolehkan penyerahan segera.
  5. Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyrahan barang.
  6. Tempat penyerahan.
  7. Penggantian muslam fiihi dengan barang lain.
6. Istishna’ Pararel
Dalam sebuah kontrak bai’ al-istishna’, bisa saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontrakator untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna’ kedua untuk memenuhi kewajibannya kepada kontrak pertama. Kontrak baru ini di kenal sebagai istishna’ pararel. Istishna’ pararel dapat di lakukan dengan syarat:(a) akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir dan (b) akad kedua di lakukan setelah akad pertama sah.
Ada beberapa konsekuensi saat bank Islam menggunakan kontrak pararel. Diantaranya sebagai berikut.
  1. Bank Islam sebagai pembuat kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksaaan kewajibannya. Istishna’ pararel atau subkontrak untuk sementara harus di anggap tidak ada. Dengan demikian sebagai shani’ pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.
  2. Penerima subkontrak pembuatan pada istishna’ pararel bertanggung jawab terhadap Bank Islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Bai’ al-istishna’ kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontraktersebut tidak memunyai kaitan hukum samasekali.
  3. Bank sebagai shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggungjawab kepada nasabah atas pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewjiban inilah yang membenarkankeabsahan istishna’ pararel, juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada.
7. Perbedaan antara Salam dan Istishna’
Menurut jumhur fuqaha, jual beli istisna’ itu sama dengan salam, yakni jual beli sesuatu yang belum ada pada saat akad berlangsung (bay’ al-ma’dum). Menurut fuqaha Hanafiah, ada dua perbedaan penting antara salam dengan istisna’, yaitu :
  1. Cara pembayaran dalam salam harus di lakukan pada saat akad berlangsung, sedangkan dalam istisna’ dapat di lakukan pada saat akad berlangsung, bisa di angsur atau bisa di kemudian hari.
  2. salam mengikat para pihak yang mengadakan akad sejak semula, sedangkan istisna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen yang tidak bertanggungjawab.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Insitut Bankir Indonesia mendefinisikan istisna’ sebagai akad antara pemesan dengan pembuat barang untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual beli suatu barang yang baru akan di buat oleh pembuat barang. Dalam istisna’, bahan baku dan pekerjaan penggarapannya menjadi kewajiban pembuat barang. Jika bahan baku di sediakan oleh pemesan, maka akad tersebut berubah menjadi ijarah.
Perbandingan Antara Bai’ as-Salam dan bai’ al-Istishna’
SUBJEK
SALAM
ISTISHNA
ATURAN DAN KETERANGAN
Pokok Kontrak
Muslam Fiihi
Mashnu’
Barang di tangguhkan dengan spesifikasi.
Harga
Di bayar saat kontrak
Bisa saat kontrak, bisa di angsur, bisa dikemudian hari
Cara penyelesaian pembayaran merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna’.
Sifat Kontrak
Mengikat secara asli (thabi’i)
Mengikat secara ikutan (taba’i)
Salam mengikat semua pihak sejak semula, sedangkan istishna’ menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak di tinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak bertanggung jawab.
Kontrak Pararel
Salam Pararel
Istishna’ Pararel
Baik salam pararel maupun istishna’ pararel sah asalkan kedua kontrak secara hukum adalah terpisah.
8. Aplikasi Istishna’ di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya untuk mengadakan berbagai transaksi ekonomi, salah satunya adalah jual beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan pembeli. Biasanya penjual adalah produsen , sedangkan pembeli adalah konsumen konsumen. Pada kenyataannya, konsumen kadang memerlukan barang yang belum di hasilkan sehingga konsumen melakukan transaksi jual beli dengan produsen dengan cara pesanan. Di dalam perbankan syariah, jual beli Istishna’ lazim di tetapkan pada bidang konstruksi dan manufaktur.
Contoh Kasus
CV. Selayang Pandang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk memebuat sepatu anak sekolah SMU senilai RP. 60.000.000,-.dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Plaju. Harga perpasang sepatu yang di ajukan adalah Rp.85.000,- dan pembayarannya di angsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu di pasaran sekitar rp. 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Plaju tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV.Selayang Pandang hanya memberikan keuntungan Rp. 5.000,- perpasang atau keuntungan keseluruhan adalah RP. 3.529.412,-yang diperoleh dari hitungan Rp. 60.000.000/Rp. 85.000xRp. 5.000 = rp. 3.529.412.
Bank Syariah Plaju dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Selayang Pandang dengan harga yang lebuh murah, sehingga dapat di jual kepada masyarakat dengan harga yang lebih murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Plaju menawar harga Rp. 86.000,-per pasang, sehingga masih untung Rp. 4.000,- perpasang dengan keuntungan keseluruhan adalah:
Rp. 60.000.000/Rp. 86.000xRp. 4.000 = Rp. 2.790.697

9.      Etika Pembiayaan Secara Islami
Empat Sifat Nabi dalam Mengelola Bisnis
1.      Shiddiq: Shiddiq adalah sifat Nabi Muhammad SAW., artinya benar dan jujur. Sebagai seorang pemimpin, ia senantiasa berperilaku benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya.
2.      Amanah: artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kreditel. Konsekuensi amanah adalah mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, baik sedikit maupun banyak, tidak mengambil lebih banyak daripada yang ia miliki, dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa hasil penjualan, fee, jasa maupun upah buruh.
3.      Fathanah: dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan. Pemimpin perusahaan yang fathanah artinya pemimpin yang memahami, mengerti, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajibannya.
4.      Tabligh: artinya komunikatif dan argumentatif. Orang yang memiliki sifat tabligh akan menyampaikannya dengan benar (berbobot) dan dengan tutur kata yang tepat (bi al-hikmah).

Membangun Bisnis dengan Nilai-nilai Syariah
Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzb (bohong atau dusta). Berikut adalah contoh-contoh kejujuran para nabi:
a.       Kejujuran Nabi Yusuf a.s.: Allah SWT. menggambarkan Nabi Yusuf sebagai orang yang amat jujur. Sang pelayan yang berjumpa dengan Yusuf itu mengambil manfaat dari pengaruh dan cahaya Yusuf.
b.      Kejujuran Nabi Ibrahim a.s.: Ia adalah orang yang kejujurannya lebih banyak membenarkan kegaiban dari Allah, membenarkan ayat-ayat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan para urusan-Nya.
c.       Kejujuran Nabi Isma'il a.s.: Isma'il adalah seorang rasul dan nabi. Ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan beribadah, karena ia ingin menjadikan mereka sebagai suri teladan bagi orang-orang di belakangnya.
d.      Kejujuran Nabi Idris a.s.: Ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
e.       Kejujuran Nabi Isa a.s.: Sebagai utusan Allah, Nabi Isa a.s. terkenal kesalehan, kejujuran, dan kepeduliannya yang sangat tinggi kepada kaumnya.
f.       Kejujuran Nabi Muhammad SAW. dibuktikan oleh para penolongnya, oleh orang-orang yang beriman kepadanya. Cukuplah bagi kita kesaksian Jibril yang tepercaya membawa sebagai dalil yang paling baik bagi kejujuran Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, manusia diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan kehidupannya. Islam juga mengajarkan kepada manusia bahwa Allah Malia Pemurah sehingga rezeki-Nya sangat iuas. Bahkan, Allah tidak memberikan rezeki itu kepada kaum muslimin saja, tetapi kepada siapa saja yang bekerja keras.
Banyak ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi saw. yang memerintahkan manusia agar bekerja. Manusia dapat bekerja apa saja, yang penting tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan-Nya. Ia bisa melakukan aktivitas produksi, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan makanan dan minuman, dan sebagainya. Ia juga dapat melakukan aktivitas distribusi, seperti perdagangan atau dalam barang dan jasa, seperti transportasi, kesehatan, dan sebagai­nya.
Untuk memulai usaha seperti ini diperlukan modal, seberapa pun kecilnya. Adakalanya orang mendapatkan modal dari simpanannya atau dari keluarganya. Adapula yang meminjam kepada rekan-rekannya. Jika tidak tersedia, peran institusi keuangan menjadi sangat penting karena dapat me nyediakan modal bagi orang yang ingin berusaha.
Dalam Islam, hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang, bahkan di-anjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada gilirannya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila hubungan itu tidak mengikuti aturan yang diajarkan oleh Islam. Karena itu, pihak-pihak yang berhubungan harus mengikuti etika yang digariskan oleh Islam.
Transaksi bai’ al-istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Lalu pembuat barang berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakatai dan menjualnya kepada pembeli akhir. Menurut jumhur fuqaha , merupakan suatu jenis khusus dari akad bai’ as-salam. Dengan demikian, ketentuan bai’ al-istishna mengikuti ketentuan dan aturan bai’ as-salam.
Istishna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Skema Bai’ al-Istishna
Ketentuan Umum :
– Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
2. Prinsip Sewa (Ijaroh)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Transaksi Ijaroh dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijaroh sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada Ijaroh objek transaksinya adalah jasa.
Skema al-Ijarah
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya pada nasabah. Karena itu dalam perbankan Syariah dikenal Ijaroh Muntahhiyah Bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

ETIKA MEMINJAM SECARA ISLAMI
Dalam perbankan syariah, sebenarnya penggunaan kata pinjam-meminjam kurang tepat digunakan disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli, bagi hasil, sewa, dan sebagainya. Kedua, dalam Islam, pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw. Yang mengatakan bahwa setiap pinjam­an yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam perbankan syariah, pinjaman tidak disebut kredit, tapi pembiayaan (financing).
Jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu, misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak ia harus melakukan jual beli dengan bank syariah. Di sini, bank syariah bertindak selaku penjual dan nasabah bertindak selaku pembeli. Jika bank mem­berikan pinjaman (dalam pengertian konvensional) kepada nasabah untuk membeli barang-barang itu, bank tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjaman itu. Sebagai lembaga komersial yang mengharapkan keuntungan, bank syariah tentu tidak mungkin melakukannya. Karena itu, harus dilakukan jual beli, di mana bank syariah dapat mengambil keuntungan dari harga barang yang dijual dan keuntungan dari jual beli dibolehkan dalam Islam (al-Baqarah: 275).
 
 Akad Ijarah itu sendiri dalam skema pembiayaan syariah. Hampir mirip dengan sewa menyewa pada transaksi konvensional, sewa menyewa dalam transaksi Ijarah terjadi antara bank sebagai pihak yang menyewakan, dan Nasabah sebagai penyewa, dengan mengacu pada objek yang di sewakan. Namun demikian, dalam transaksi Ijarah, sewa menyewa tersebut dapat digunakan sebagai mekanisme pembiayaan dengan skema syariah.
Akad Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
Disamping contoh kasus di atas, sebenarnya Ijarah terdiri atas:
1. Ijarah Murni (Sewa Menyewa murni).
Dalam Ijarah murni, yang berlaku adalah perjanjian sewa menyewa biasa. Dimana pihak tetap memiliki kedudukan sebagaimana awal perjanjian, yaitu antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang. Setelah masa sewa berakhir, para pihak kembali pada kedudukannya masing-masing. Dalam konsep Ijarah murni tersebut, yang di sewakan tidak hanya berupa manfaat atas suatu barang saja, melainkan juga manfaat atas suatu jasa tertentu. Misalnya: jasa borongan pembangunan gedung bertingkat, jasa borongan penjahitan dan lain sebagainya.
Jadi, titik beratnya adalah pada jasa pemborongan suatu pekerjaan, yang konsepnya sangat berbeda dengan jasa perburuhan. Karena dalam jasa perburuhan, yang terjadi adalah hubungan kerja antara majikan dengan pekerjanya. sedangkan dalam skema ijarah atas suatu pekerjaan tertentu, yang di borongkan adalah hasil dari pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, tidak ada hubungan hukum dalam bentuk majikan dengan pekerja sebagaimana halnya dalam jasa perburuhan.
2. Al-ijarah wal iqtina atau Mutahiyah bi Tamlik (IMBT)
Sewa menyewa dengan hak opsi pada akhir masa sewa, untuk membeli barang yang disewakan. Dalam sewa menyewa tersebut, uang pembayaran sewanya sudah termasuk cicilan atas harga pokok barang. Pihak yang menyewakan (dalam hal ini Bank misalnya) berjanji (wa’ad) kepada penyewa untuk memindahkan kepemilikan objek setelah masa sewa berakhir.  Janji tersebut harus dinyatakan dalam akad IMBT tersebut.
Jadi, kedudukan multifinance dan customer akan berubah pada akhir masa sewa. Pihak multifinance yang semula adalah pemilik barang selaku pihak yang menyewakan, akan berubah menjadi penjual pada akhir masa sewa. Demikian puluh customer, yang tadinya bertindak selaku penyewa, akan berubah menjadi pembeli pada akhir masa sewa.
Dalam praktik perbankan syariah, skema IMBT ini dapat digunakan untuk pembelian rumah dengan menggunakan system KPR, dimana barang yang di IMBT kan tersebut secara prinsip sudah merupakan milik nasabah yang bersangkutan.
IJARAH DALAM PENGERTIAN UJROH (UANG JASA)
Disamping pengertian ijarah dalam konteks sewa menyewa, ijarah ini sendiri juga mengandung pengertian “ujroh” atau uang jasa atau kadang disebut juga “fee”. Ijarah dalam pengertian ini diberikan kepada seseorang atas jasa yang telah dilakukannya.
Contohnya begini:
Arief adalah seorang pengusaha Biro Perjalanan Haji. Dalam musim haji yang akan datang ini, Arief harus membayar uang muka hotel, catering dan pesawat yang akan digunakan oleh para calon jemaah haji. Berhubung  tidak semua jemaah membayar ONH secara penuh di muka, sedangkan biaya-biaya perjalanan haji sudah harus dibayarkan, maka Arief  membutuhkan “dana talangan” untuk menutupi kekurangan pembayaran dimaksud. Suatu Bank Syariah yang bersedia memberikan dana talangan kepada Arief menggunakan skema Modal Kerja Ijarah. Jadi, Bank Syariah akan menalangi terlebih dahulu kekurangan uang muka untuk hotel, tiket pesawat dan catering calon jemaah. Atas pemberian dana talangan tersebut, Bank Syariah berhak atas ujroh (keuntungan) tertentu.
Tenriagi adalah seorang pengusaha yang berkecimpung di bidang industry pariwisata di Makassar. Menjelang lebaran, Tenriagi ingin menambah armada angkutan Bus Pariwisata nya sebanyak 10 unit. Untuk itu, Tenriagi mengajukan permohonan kepada Bank Syariah untuk membiayai pembelian atas 10 unit Bus Pariwisata tersebut. Bank Syariah kemudian menawarkan skema sewa menyewa (Ijarah) yang di akhiri dengan peralihan kepemilikan pada akhir masa sewanya. Dalam konsep syariah hal ini dikenal dengan istilah Ijarah Muntahiya bittamlik (IMBT).
Pada dasarnya, system skema pembiayaan IMBT ini juga dikenal dalam hukum konvensional, yaitu skema Sewa Beli (leasing). Jadi, seperti halnya pada sewa beli, konsep awal dari perjanjian antara Bank Syariah dengan Tenriagi pada kasus tersebut di atas adalah Perjanjian Sewa Menyewa. Pada saat pembayaran sewa tersebut, posisi Tenriagi dimata hukum adalah selaku penyewa, dan objek yang di IMBT kan kepemilikannya masih berada di tangan Bank Syariah (selaku pemilik barang). Oleh karena itu, cicilan atau angsuran pembayaran yang dilakukan oleh Tenriagi setiap bulannya adalah pembayaran biaya sewa.
Pada akhir masa sewa, Tenriagi diberikan hak opsi untuk membayar “nilai tebus” atas barang yang disewanya. Pada saat Tenriagi membayar suatu nilai tebus tersebut, maka pada saat itulah beralih kepemilikan atas barang dari semula milik Bank Syariah, menjadi milik Tenriagi.
Harga mobil tersebut sebesar Rp. 100jt/unit. Jangka waktu sewa selama 24 bulan. Pembayaran sewa bulanan atas mobil tersebut oleh Bank Syariah ditetapkan sebesar Rp. X per bulan. Selama bulan 1 sampai dengan bulan ke 24, Tenriagi bertindak selaku penyewa atas mobil dimaksud dan kepemilikan atas barang tersebut masih berada di tangan Bank. Pada akhir bulan ke 24, terdapat nilai tebus sebesar Rp. 10,-  .Pada saat Tenriagi membayar nilai tebus tersebut, maka barulah terjadi perpindahan kepemilikan atas mobil dimaksud dari Bank Syariah kepada Tenriagi.
Perbedaan antara Jual beli secara Murabahah dengan jual beli melalui mekanisme IMBT
Secara awam, sepintas tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skema Murabahah dengan skema IMBT. Karena nasabah sama-sama membeli barang dengan melalui Bank Syariah, dan selanjutnya pembayarannya dilakukan dengan menggunakan mekanisme cicilan. Namun secara hukum, terdapat titik berat perbedaannya, yaitu: saat peralihan kepemilikan. Saat peralihan kepemilikan tersebut berakibat juga pada saat terjadinya peralihan resiko.
Pada skema Murabahah, peralihan hak terjadi pada awal akad, selanjutnya Bank Syariah memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk mencicil pembayarannya dalam jangka waktu tertentu. Namun dalam system pembukuannya, barang yang dibeli tersebut sudah dapat dibukukan sebagai asset nasabah. Dalam hal terjadi resiko selama masa cicilan tersebut, maka resiko tersebut menjadi tanggung jawab nasabah selaku pemilik barang.
Dalam skema IMBT, pada awalnya nasabah hanya bertindak selaku penyewa. sehingga barang yang disewa tersebut tetap dianggap sebagai asset/milik Bank Syariah. Pada akhir masa sewa, barulah barang tersebut beralih kepemilikannya dari Bank Syariah kepada nasabah. Dalam hal terjadi resiko selama masa sewa, maka resiko tersebut menjadi tanggung jawab Bank. Demikian pula jika nasabah tidak dapat membayar uang sewa, maka Bank berhak untuk sewaktu-waktu menarik barang tersebut.
Terdapat bentuk akad lain yang bisa menjadi pilihan dalam melakukan pembiayaan perumahan secara syariah, yaitu akad Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT). Akad ini merupakan akad sewa (Ijarah) dari suatu aset riil, dimana pembeli rumah menyewa rumah yang telah dibeli oleh bank, dan diakhiri dengan perpindahan kepemilikan dari bank kepada pembeli rumah. Didalam akad IMBT ini terdapat dua buah akad, yaitu akad Jual-Beli (Al-Bai’), dan akad IMBT sendiri, yang merupakan akad sewa-menyewa yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan di akhir masa sewa.[5]
Secara bahasa, IMBT memiliki arti dengan memecah dua kata didalamnya. Pertama adalah kata al-ijaarah, yang berarti upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan. Dan kata kedua adalah  kata at-tamliik, secara bahasa memliki makna yang dapat menjadikan orang lain untuk memiliki sesuatu. Sedangkan menurut istilah at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan imbalan atau tidak.[6]
Akad ini pun dikenal dengan nama lain, yaitu Ijarah Wa Iqtinah, dimana rumah yang disewa telah disepakati diawal akan dibeli pada akhir masa sewa. Pembayaran yang dilakukan setiap bulan adalah biaya sewa rumah tersebut yang ditambah dengan harga rumah yang telah dibagi jangka waktu sewa yang disepakati. Harga rumah tersebut diperoleh dari harga beli rumah dari bank kepada si penjual rumah, dikurangi uang muka yang telah dibayar oleh pembeli rumah. Setelah jangka waktu sewa yang disepakati selesai, bank harus melakukan transfer kepemilikan rumah kepada pembeli.
IV.2.2. Skema Pembiayaan
Pada akad IMBT ini, proses dan tahapan kontraknya akan dijelaskan dengan menggunakan skema berikut.
Gambar IV.2.2. Skema Pembiayaan Rumah dengan akad Ijarah Muntahia Bittamlik
Tahapan dari skema IMBT yang telah digambarkan diatas adalah sebagai berikut.
  1. Konsumen melakukan identifikasi dan memilih rumah yang akan dibeli
  2. Bank membeli rumah dari penjual dengan cara tunai
  3. Bank menyewakan rumah kepada konsumen dengan harga sewa dan jangka waktu yang disepakati.
  4. Konsumen membayar harga sewa rumah setiap bulan diakhiri dengan membeli rumah pada harga yang disepakati diakhir masa sewa.
Pada tahapan skema IMBT ini, terdapat tiga kontrak yang harus dilakukan. Kontrak pertama adalah kontrak antara bank dengan penjual rumah yang mencakup proses jual-beli rumah dari penjual rumah kepada bank. Kontrak ini diatur didalam suatu Perjanjian Penjualan properti (PJP).
Kontrak yang kedua adalah Perjanjian Sewa Menyewa (PSM), yaitu perjanjian yang melibatkan bank dengan konsumen dimana Bank menyewakan rumah kepada konsumen dengan biaya sewa per bulan dan jangka waktu sewa disepakati didalam kontrak ini. Dan perjanjian yang terakhir adalah Perjanjian Jual Properti (PJP) dimana bank menjual rumah yang disewakan tersebut kepada konsumen setelah masa sewa yang disepakati diawal berakhir.
IV.2.3. Perhitungan
Perhitungan dari skema IMBT ini dapat djelaskan melalui contoh berikut.  Misalkan ada seseorang yang hendak menjual rumah di harga Rp.100,000,000. Dan ada seorang pembeli B yang ingin membeli rumah tersebut dengan meminta bantuan Bank A memberikan pembiayaan, maka bank A dapat menawarkan kepada pembeli B untuk bekerjasama dengan akad IMBT.
Maka kontrak pertama yang dilakukan adalah dimana Bank A harus membeli rumah kepada penjual rumah dengan harga Rp. 100,000,000 dan akan dilanjutkan dengan perjanjian kontrak kedua dimana Bank A menyewakan rumahnya kepada pembeli B. Misalkan biaya sewa yang disepakati adalah sebesar Rp.1,000,000 per bulan selama 10 tahun (120 bulan), maka pembeli B akan mengeluarkan uang sewa sampai 10 tahun adalah sebesar Rp.1,000,000 dikali dengan 120 bulan, adalah sebesar Rp.120,000,000.
Diakhir masa sewa, Bank A menjual rumah yang telah dimilikinya kepada pembeli B dengan harga Rp.10,000,000. Maka kepemilikan rumah telah berpindah kepada pembeli B pada saat kontrak perjanjian yang terakhir, yaitu setelah 10 tahun. Apabila perhitungan tersebut digambarkan kedalam skema akad IMBT, gambar berikut adalah skema aliran dana yang terjadi.
Gambar IV.2.3.1. Skema Pembiayaan akad Ijarah Muntahia Bittamlik
Namun, bank perlu memperhatikan bagaimana arus kas dari akad IMBT ini berkerja untuk bank. Dari sisi waktunya, arus kas masuk dan arus kas keluar dapat digambarkan didalam skema pembayaran berikut ini.
Gambar IV.2.3.2. Skema Pembayaran akad Ijarah Muntahia Bittamlik
IV.2.4. Potensi Masalah
Pada akad IMBT, apabila pembeli B tidak dapat melakukan pembelian rumah sebelum jangka waktu berakhir. Karena apabila pembelian rumah dilakukan sebelum masa sewa berakhir, maka Bank A akan mengalami kerugian dimana, pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari pada uang yang sudah dikeluarkan pada saat membeli rumah. Kecuali pada saat pembelian dilakukan sebelum masa sewa berakhir, pembeli B tetap melunasi biaya sewa menyewa. Namun solusi ini pun merugikan pembeli B. Sehingga, perlu dijelaskan didalam kontrak dimana dijelaskan suatu skenario perhitungan apabila pembeli B melakukan pembelian rumah yang dimiliki bank A lebih cepat dari jangka waktu sewa yang disepakati.
Dari sisi keuangan, akad IMBT ini secara relatif cenderung memiliki potensi yang merugikan salah satu pihak. Dimana bank memiliki kemungkinan kerugian yang lebih besar dari pada konsumen. Harga sewa akan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya waktu. Namun harga sewa dalam akad IMBT ini sudah disepakati secara tetap diawal tyransaksi.
Dari sisi harga, harga jual pada saat akhir periode sewa yang sudah ditentukan diawal pun, berpotensi memiliki perbedaan prediksi. Dimana harga jual yang disepakati lebih kecil dari pada harga pasar. Hal ini pun dapat merugikan bank penerbit pembiayaan akad IMBT ini.

3 komentar:

  1. pak budaya bank syariahnya mana sama legalitas ny

    BalasHapus
  2. Kabar baik!! pencari pinjaman !!!

    Nama saya Alfred Daniel Nehemia dari bali Indonesia, roti CEO Daniel Bakery, Pertama-tama saya akan mengatakan bahwa Tuhan harus memberkati Lady jane karena mengenalkan saya kepada perusahaan pinjaman yang jujur ​​dan halal sehingga saya benar-benar percaya bahwa Anda memberi tahu rekan kerja bahwa saya mempunyai Ide bagus untuk memulai bisnis sendiri karena mendapat pekerjaan tidak mudah jadi saya pergi ke bank untuk mendapatkan pinjaman (Rp800 juta) tapi mereka semua meminta uang muka sebesar jumlah pinjaman saya tapi satu-satunya properti yang saya miliki adalah motor. Sepeda, yang membuat saya merasa kecewa

    Jadi saya mencari perusahaan pinjaman online tapi kebanyakan menipu dan menipu, saya hampir kehilangan harapan dan kepercayaan diri sampai saya membaca artikel tentang lady jane tapi saya tidak sempat menutup tapi membaca artikelnya jadi saya mencoba pencarian online lain yang disebut craigslist. org dimana saya melihat iklan perusahaan Dangote Loan jadi saya memutuskan untuk melamar dan menghubungi lady jane juga

    Dangote Loan Company memberikan pinjaman dengan tingkat suku bunga 2% dan tidak kurang dari Rp20 juta

    Saya mengikuti prosedur di sana, memberikan semua yang diminta, saya juga sangat takut, tapi untuk kemuliaan tuhan, doaku dijawab dan uang pinjaman saya ditransfer ke saya tanpa masalah.

    jadi jangan buang waktu anda kontak Dangote perusahaan pinjaman Via dangotegrouploandepartment@gmail.com

    Anda juga bisa mencari di google untuk informasi lebih lanjut, ini nyata dan sangat nyata atau hubungi saya juga melalui email di alfreddaniel324@gmail.com dan juga di BBM: 7AEA8FA5

    BalasHapus
  3. Saya Ny. Nisrina Endang dari Makassar, Indonesia, saya menggunakan media untuk memberi tahu saudara laki-laki dan perempuan saya bagaimana saya baru-baru ini mendapat pinjaman sebesar Rp450.000.000 dari seorang ibu yang baik ketika anak saya sakit dan membutuhkan transplantasi ginjal yang tidak saya miliki semua uang orang menolak saya, bank saya menolak saya sampai saya bertemu dengan seorang saksi yang memperkenalkan saya kepada sebuah perusahaan pinjaman yang bagus bernama Ibu Rika ANDERSON LOAN COMPANY, mereka memberi saya pinjaman untuk membayar tagihan medis anak saya dan mendirikan sebuah bisnis tanpa jaminan dengan 2 % bunga, Mrs. Rika adalah penyelamat hidup, semoga Tuhan terus memberkatinya karena perbuatan baiknya, jika Anda membutuhkan pinjaman atau bantuan keuangan untuk melunasi utang Anda atau berinvestasi dalam bisnis Anda, saya akan mendorong Anda untuk menghubungi perusahaan melalui email (rikaandersonloancompany@gmail.com) Ponsel Resmi: +1 (347) 682-4706, Watsapp: +13476824706 dan facebook: (rika.anderson.5648)
    dalam kasus untuk dan setiap pertanyaan atau saran saya dapat dihubungi melalui email di endangnisrina@gmail.com semoga damai dan berkah menjadi perhatian bagi kita semua.

    BalasHapus